Kamis, 07 November 2013

Agresi dan Konflik


Definisi


Baron dan Bryne menjelaskan bahwa agresi merupakan suatu bentuk perilaku yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya perilaku tersebut. Sedangkan Buss berpendapat bahwa agresi adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu, objek-objek yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik secara fisik atau verbal dan langsung atau tidak langsung. Myers (2005) mengatakan tingkah laku agresif adalah tingkah laku fisik atau verbal untuk melukai orang lain.
Hal yang penting dalam definisi agresi adalah adanya ‘niat’ (intensi). Misalnya bila seorang pemabok mengendarai mobil tanpa sengaja menabrak mobil lain dan menyebabkan luka-luka pada orang lain, ini tidak termasuk agresi, karena tidak diniatkan. Menurut Myers (2005), terdapat dua jenis agresi, yaitu hostile aggression dan instrumental aggression.
1.    Hostile aggression adalah tindakan agresi yang berasal dari perasaan marah dan bertujuan menimbulkan sakit serta luka.
2.    Instrumental aggression adalah agresi yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan lain, bukan sekedar untuk menyebabkan rasa sakit.



Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Agresi
Menurut Davidoff (dalam Mu’tadin, 2002) terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan perilaku agresi, yakni :

a.    Faktor Biologis
Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi, yaitu faktor gen, faktor sistem otak dan faktor kimia berdarah. Berikut ini uraian singkat dari faktor-faktor tersebut :
1)    Gen berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah amarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan mudah marah dibandingkan dengan betinanya.
2)    Sistem otak yang terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau mengendalikan agresi.
3)    Kimia darah. Kimia darah khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan mempengaruhi prilaku agresi.

b.    Faktor Belajar Sosial
Dengan menyaksikan perkelahian dan pembunuhan meskipun sedikit pasti akan menimbulkan rangsangan dan memungkinkan untuk meniru model kekerasan tersebut.

c.    Faktor lingkungan
Perilaku agresi disebabkan oleh beberapa faktor. Berikut uraian singkat mengenai faktor-faktor tersebut :
1)    Kemiskinan
Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami peningkatan.
2)    Anonimitas
Kota besar seperti Jakarta, bandung, surabaya, dan kota besar lainnya menyajikan berbagai suara, cahaya, dan bermacam informasi yang sangat luar biasa besarnya.
Orang secara otomatis cenderung berusaha untuk beradaptasi dengan melakukan penyesuaian diri terhadap rangangan yang berlebihan tersebut. Terlalu banyak rangsangan indera kongnitif membuat dunia menjadi sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal atau mengetahui secara baik. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri). Bila seseorang merasa anonim, ia cenderung berprilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak lagi terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati pada orang lain.
3)    Suhu udara yang panas dan kesesakan
Suhu suatu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan agresivitas.

d.    Faktor Amarah
Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin myata-nyata atau salah atau juga
tidak.

Teori-Teori Agresi

1.    Teori Bawaan 
Teori bawaan atau bakat terdiri atas teori naluri dan teori biologi.
a)   Teori Naluri
Freud dalam teori psikoanalisis klasiknya mengemukakan bahwa agresif adalah satu dari dua naluri dasar manusia.Kedua naluri tersebut berada dalam alam ketidaksadaran, khususnya pada bagian dari kepribadian yang disebut idyang pada prinsipnya selaku ingin agar kemauannya dituruti (prinsip kesenangan atau pleasure principle).Akan tetapi, tidak semua keinginan id dapat terpenuhi.Kendalinya terletak pada bagian lain dari kepribadian yang dinamakan super-ego yang mewakili norma-norma yang ada dalam masyarakat dan ego yang berhadapan dengan kenyataan.
b)  Teori Biologi
Moyer (dalam Sarwono, 1997) berpendapat bahwa perilaku agresif ditentukan oleh proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat. Demikian pula hormon laki-laki (testoteron) dipercaya sebagai pembawa sifat agresif.

2.    Teori Social Learning Perspective
Teori social learning perspectiveyang berawal dari sebuah ide bahwa manusia tidak lahir dengan sejumlah respons-respons agresif tetapi mereka harus memperoleh respons ini dengan cara mengalaminya secara langsung (direct experience) atau dengan mengobservasi tingkah laku manusia lainnya. Dengan demikian, berdasarkan pengalaman masa lalu mereka dan kebudayaan dimana mereka tinggal, individu mempelajari: (1) berbagai cara untuk menyakiti yang lain, (2) kelompok mana yang tepat untuk target agresi, (3) tindakan apa yang dibenarkan sebagai tindakan balas dendam, (4) situasi atau konteks apa yang mengizinkan seseorang untuk berperilaku agresif. Singkatnya, teori social learning perspective berusaha menjelaskan bahwa kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresif tergantung pada banyak faktor situasional, yaitu: pengalaman masa lalu orang tersebut, rewards yang diasosiasikan dengan tindakan agresif pada masa lalu atau saat ini, dan sikap serta nilai yang membentuk pemikiran orang tersebut mengenai perilaku agresif.

3.    Teori Lingkungan

1)    Teori Level Adaptasi
Teori ini pada dasarnya sama dengan teori beban lingkungan. Menurut teori ini, stimulasi level yang rendah maupun level tinggi mempunyai akibat negatif bagi perilaku. Level stimulasi yang optimal adalah yang mampu mencapai perilaku optimal pula (Veitch & Arkkelin, 1995).Dengan demikian dalam teori ini dikenal perbedaan individu dalam level adaptasi.Adaptasi dilakukan ketika terjadi suatu disonansi di dalam suatu sistem, artinya ketidakseimbangan antara interaksi manusia dengan lingkungan, tuntutan lingkungan yang berlebih atau kebutuhan yang tidak sesuai dengan situasi lingkungan.
Salah satu teori beban lingkungan adalah teori adaptasi stimulasi yang optimal oleh Wohwill (dalam Fisher, 1984) menyatakan bahwa ada 3 dimensi hubungan perilaku lingkungan yaitu :
a.    Intensitas. Terlalu banyak orang atau terlalu sedikit orang disekeliling kita, akan membuat gangguan psikologis. Terlalu banyak orang menyebabkan perasaan sesak (crowding) dan terlalu sedikit orang merasa terasing (socialisolation);
b.    Keanekaragaman. Keanekaragaman benda atau manusia berakibat terhadap pemrosesan informasi. Terlalu beraneka membuat  perasaan overload dan kekurangan anekaragaman membuat perasaan monoton, dan
c.    Keterpolaan. Keterpolaan berkaitan dengan kemampuan memprediksi. Jika setting dengan pola yang tidak jelas dan rumit menyebabkan beban dalam pemrosesan informasi sehingga stimulus sulit diprediksi, sedangkan pola – pola yang jelas menyebabkan stimulus  mudah diprediksi

2)    Teori Stres Lingkungan ( environment stress theory )
Teori ini merupakan aplikasi teori stres dalam lingkungan.Stres terdiri atas 3 komponen stressori, proses dan respon.Stressor merupakan sumber atau stimulus yang mengancam kesejahteraan seseorang, misalnya suara bising, panas, atau kepadatan.Respon stres adalah reaksi yang melibatkan komponen emosional, pikiran, fisiologis dan perilaku. Proses merupakan proses transaksi antara stressor dengan kapasitas diri. Istilah stres tidak hanya merujuk pada sumber stres, respon terhadap sumber stres saja, tetapi saling terkait antara ketiganya.
3)    Beberapa Ekologi ( ecological theory )
Perilaku manusia merupakan bagian dari kompleksitas ekosistem ( Hawley dalam Himmam & Faturrochman, 1994 ),yang mempunyai beberapa asumsi dasar sebagai berikut :
a.    Perilaku manusia terkait dengan konteks lingkungan;
b.    Interaksi timbal balik yang menguntungkan antara manusia dan lingkungan;
c.    Interaksi manusia dan lingkungan bersifat dinamis, dan
d.    Interaksi manusia dan lingkungan terjadi dalam berbagai level dan tergantung pada fungsi.

4)    Teori Belajar Sosial 
Berbeda dari teori bawaan dan teori frustasi agresif yang menekankan faktor-faktor dorongan dari dalam, teori belajar sosial lebih memperhatikan faktor tarikan dari luar. Bandura (dalam Sarwono, 1997) mengatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari pun perilaku agresif dipelajari dari model yang dilihat dalam keluarga, dalam lingkungan kebudayaan setempat atau melalui media massa.

Efek Media
Bila hanya dengan menyaksikan orang dewasa berperilaku agresif dapat menyebabkan anak-anak memperlakukan boneka dengan agresif, bagaimana akibat kekerasan di media massa bagi anak-anak dan bagi kita semua? Bagiamana pula akibat kekerasan pada video games di mana anak-anak ikut berpartisipasi merusak kota, dsb, di layar computer mereka?
Setidaknya ada lima reaksi yang berbeda yang menjelaskan mengapa kekerasan melalui media dapat meningkatkan agresi:
1)    "Jika mereka bisa melakukannya, maka saya juga bisa". Ketika seseorang melihat perilaku kekerasan di TV, hal ini memperlemah hambatan terhadap perilaku kekerasan yang telah mereka pelajari sebelumnya .
2)    Oh, jadi begitulah cara melakukannya!‛. Ketika orang melihat perilaku kekerasan di TV, hal ini dapat memicu imitasi, menyediakan ide bagaimana mereka bisa melakukan hal itu.
3)    "Perasaan yang saya punya harus berupa kemarahan yang nyata, bukan hanya hari yang menegangkan". Menonton kekerasan memungkinkan banyak orang terhubung dengan perasaan marah mereka dan membuat respon yang lebih agresif melalui proses priming (mengingat ingatan masa lalu). Melihat kekerasan di TV, memungkinkan seseorang menafsirkan perasaan kesal yang ringan sebagai kemarahan intens, dan lebih besar kemungkinannya untuk menyerang.
4)    "Oh, pemukulan brutal; bagaimana yang ada di saluran lain?". Menonton banyak kekacauan tampaknya mengurangi ketakutan kita terhadap kekerasan dan rasa simpati kita untuk para korban, sehingga memudahkan kita untuk hidup dalam kekerasan dan mungkin lebih mudah bagi kita untuk bertindak agresif.
5)    Lebih baik saya mendapatkan dia sebelum dia mendapatkan saya!‛. Jika menonton TV lebih banyak membuat kita berpikir dunia adalah tempat yang berbahaya, kita mungkin menjadi lebih cenderung mempunyai perasaan bermusuhan kepada orang asing yang mendekati saya di jalan.

Referens :
Baron dan Byrne, 2004. Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga
David O. Sears, Jonathan L. Freenman & L. Anne Peplau. 1994. Psikologi Sosial, Jakarta: Erlangga,
Faturochman. 2006. Pengantar Psikologi Sosial, Yogyakarta, Pustaka
Hogg, M. A., & Vaughan, G. M. 2011. Social psychology, 6th ed. Essex: Prentice Hall.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar