Selasa, 09 April 2013

Pendekatan Behavioristik dalam Bimbingan Konseling


Overview Pendekatan Behavioristik dalam Konseling

§  John B. Watson
Pendiri Behaviorisme ini adalah seorang behavioris radikal yang pernah menyatakan bahwa ia bisa mengambil sejumlah bayi yang sehat dan menjadikan bayi-bayi itu apa saja yang diinginkannya – dokter, ahli hokum, seniman, perampok, pencopet – melalui bentukan lingkungan. Jadi, Watson menyingkirkan dari psikologi konsep-konsep seperti kesadaran, determinasi diri, dan berbagai fenomena subjektif lainnya.



§  B. F. Skinner
Skinner menyatakan bahwa kondisi-kondisi tertentu seringkali mengontrol seseorang untuk berperilaku, hal ini terjadi baik diruma, disekolah, dirumah sakit, bahkan dipenjara sekalipun. Seorang konselor akan merubah perilaku klien sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dia akan menciptakan kondisi tertentu. Selain itu skinner juga menolak anggapan bahwa kepribadian manusia ditentukan oleh pengalaman masa lalu seperti yang diungkapkan Freud.
      
§  Albert Bandura
Bandura menunjukkan bahwa sebagian besar proses belajar yang muncul melalui pengalaman langsung juga bisa diperoleh melalui pengamatan terhadap tingkah laku orang lain. Ia mengungkapkan bahwa salah satu pross fundamental yang memungkinkan klien mempelajari tingkah laku baru adalah imitasi atau percontohan social yang disajikan oleh terapis.

Tiga Teori Utama Pendekatan Behavioristik
1.      The Stimulus-Response Model
            aplikasi dari classical conditioning
            UCS ® UCR
            CS+ UCS ® UCR
            CS ® CR
2.      Applied Behavior Analysis
ABA (Applied Behavior Analysis) adalah cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk suatu maksud (dalam ilmu pengetahuan atau lainnya). Jadi yang dimaksud dengan metode ABA (Applied Behavior Analysis) adalah prosedur perubahan perilaku untuk membantu individu membangun kemampuan dengan ukuran nilai-nilai yang ada. Teori ini menyandarkan pada  operant conditioning dengan pemberian ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya (yg diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul
3.      Sosial – Kognitif Theory
o   observational learning, imitation, sosial modeling, dan vicarious learning
o   menekankan pada self-regulation dari perilaku
·         perilaku  didasari  oleh tiga sistem pengaturan ► eksternal stimulus events, External  reinforcement, cognitive  mediational  processes.


Pandangan Tentang Manusia
Pandangan pendekatan behavioristik terhadap hakekat manusia adalah
Ø  Prilaku manusia merupakan hasil dari belajar
Ø  Manusia bersifat mekanistik (merespon pada lingkungan dengan kontrol yang terbatas
Ø  Hidup dalam alam deterministic
Ø  Memiliki sedikit peran aktif dalam memilih martabatnya
Ø  Manusia berorientasi dengan lingkungan 
Ø  Manusia memiliki kebutuhan bawaan yang dipelajari
Ø  Manusia bersifat unik
Ø  Tingkah laku manusia bertujuan untuk memperoleh kepuasan
Ø  Manusia dapat berubah tingkah lakunya tanpa adanya pemahaman diri
Ø  Dari sudut teori belajar manusia bersifat reaktif
Ø  Reaksi individu dipengaruhi oleh aspek genetic

Tujuan Konseling
Tujuan konseling behavioral adalah untuk membantu klien membuang responrespon yang lama merusak diri, dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat. Tetapi ini berbeda dengan terapi lain, dan pendekatan ini ditandai oleh:
a. Fokusnya pada perilaku yang tampak dan spesifik.
b. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment (perlakuan).
c. Formulasi prosedur treatment khusus sesuai dengan masalah khusus.
d. Penilaian objektif mengenai hasil konseling.

Hubungan klien dan konselor
Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan aktif dan langsung. Hal ini bertujuan agar konselor dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan istilah-istilah klien sehingga diharapkan kepada perubahan perilaku yang baru. Sistem dan prosedur konseling behavioral amat terdefinisikan, demikian pula peranan yang jelas dari konselor dan klien.
Klien harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki motivasi untuk berubah, harus bersedia bekerjasama dalam melakukan aktifitas konseling, baik ketika berlangsung konseling maupun di luar konseling.Dalam hubungan konselor dengan klien beberapa hal di bawah ini harus dilakukan:
a. konselor memahami dan menerima klien;
b. keduanya bekerjasama;
c. konselor memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan klien.


Role of counselor
Konselor berfungsi sebagai konsultan, guru, penasehat, penguat, fasilitator, instruktur atau pengawas dari orang-orang di lingkungan klien yang membantu dalam proses perubahan
Konselor yang berorientasi sosial – kognitif  berperan sebagai model
Tujuan dari konselor behavioral ingin membantu klien membentuk penyesuaian diri yang baik dalam lingkungan hidup, pencapaian pribadi, dan obyektifitas profesional


Teknik Konseling Behaviorisme yang Digunakan

Seorang konselor harus memberikan rambu-rambu terhadap nilai atau keyakinan yang konseli anut, membangkitkannya, mengingatkannya, kemudian bersama-sama menemukan penjelasan dan bukti, resiko, data dan informasi kehidupan yang ia hadapi. Barulah konseli diajarkan membuat keputusan, pilihan dan ketegasan sikap terhadap masalah yang ia hadapi. Dengan kata lain konseli memahami dengan sendirinya perbedaan-perbedaan dan keputusan yang ia ambil dengan sendirinya. Dan diharapkan konseli mempunyai keterampilan ketegasan diri dalam menghadapi sebuah pilihan atau masalah hidup. Teknik yang digunakan :

1.      Desensitisasi Sistematis
Mc. Kay (1981) menjelaskan bahwa desensitisasi merupakan alat yang dikembangkan untuk menurunkan kecemasan dengan menggantikan kecemasan tersebut melalui respon alternative yang berlawanan seperti relaksasi. Teknik ini bekerja atas dasar prinsip reciprocal inhabitation (hambatan hubungan timbal balik) yaitu proses dimana suatu tingkat kecemasan yang berlebihan dihambat dengan kecemasan. Menurut Corsini dan Wedding (1989). Desensitisasi merupakan teknik relaksasi yang berdasarkan pada imagery atau yang sering disebut dengan imagery Based Techniques. Desensitisasi merupakan perlakuan yang tepat bagi reaksi cemas yang tidak realistis serta reaksi cemas yang tidak terjadi karena seseorang tidak mengetahui bagaimana berperilaku dalam situasi yang menimbulkan indikator dari aktivitas para simpatis. Proses ini digambarkan oleh Wolpe sebagai counter conditioning.
Proses Desensitisasi
a.       Klien Individual.
b.      Klien Kelompok.
2.      .Terapi Impulsif.
Dalam kamus Psikologi (J.P. Chaplin) terapi implusif adalah salah satu terapi tingkah laku dimana disajikan perangsang-perangsang yang dapat menimbulkan kecemasan dalam imajinasi, sedang pasien didorong dan diberanikan untuk mengalami kecemasan itu sehebat-hebatnya atau sedalam mungkin. Karena situasinya tidak mengandung bahaya yang objektif, maka reaksi kecemasannya tidak diperkuat, dan secara berangsur-angsur dapat dimusnahkan atau dipadamkan.Terapi ini dikembangkan berdasarkan atas asumsi bahwa seseorang yang secara berulang-ulang dihadapkan pada suatu situasi pemicu kecemasan dan hal-hal yang menakutkan ternyata konsekuensi yang diharapkan tidak muncul, akhirnya stimulus yang mengancam tidak memiliki kekuatan dan neurotiknya menjadi hilang.

3.      Latihan Perilaku Asertif
Latihan asertif dalam terapi tingkah laku merupakan teknik yang dipakai terapis dengan menggunakan model-model pola tingkah laku yang tegas bagi kliennya. Latihan ini berguna untuk membantu orang yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan “tidak”, atau mengungkapkan afeksi dan
respon positif lainnya. Cara yang digunakan adalah permainan peran dengan bimbingan konselor dan diskusi kelompok.

4.      Pengkondisian Aversi
Teknik pengkondisian aversi digunakan untuk meredakan perilaku yang tidak diinginkan dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan sehingga perilaku yang tidak diinginkan tidak muncul. Stimulus yang tidak menyenangkan diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak diinginkan. Stimulus-stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan sengatan listrik atau pemberian ramuan yang membuat mual.Perilaku yang dapat dimodifikasi dengan teknik pengkondisian aversi adalah perilaku maladaptif, seperti merokok, obsesi kompulsi, penggunaan zat adiktif, penyimpangan seksual.

5.      Pembentukan Perilaku Model.
Modeling dapat digunakan sebagai pembentukan perilaku baru dan mempertahankan atau memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam teknik ini peran konselor difungsikan sebagai penunjuk perilaku model yang harus ditiru. Sarana yang bisa dipakai sebagai model dapat dilakukan dengan model audio, model fisik, model hidup atau model lainnya yang dapat dicontoh. Setelah itu klien diberi reinforcement jika dia dapat meniru perilaku model tersebut.

6.      Kontrak Perilaku.
Kontrak Perilaku didasarkan pandangan bahwa membantu klien untuk membentuk perilaku tertentu yang diinginkan dan memperoleh ganjaran tertentu sesuai dengan kontrak yang disepakati. Dalam hal ini individu mengantisipasi perubahan perilaku mereka atas dasar persetujuan bahwa beberapa konsekuensi akan muncul.
Kontrak Perilaku adalah persetujuan antara dua orang atau lebih ( konselor dan klien ) untuk mengubah perilaku tertentu pada klien. Konselor dapat memilih perilaku yang realistik dan dapat diterima oleh kedua belah pihak. Setelah perilaku dimunculkan sesuai dengan kesepakatan, ganjaran dapat diberikan kepada klien. Dalam terapi ini ganjaran positif terhadap perilaku yang dibentuk lebih dipentingkan daripada pemberian hukuman jika kontrak perilaku tidak berhasil.

Keunikan dan aspek yang kuat dari pendekatan behavioral
Pendekatan Behavioralistik dalam konseling memiliki beberapa keunikan dianataranya adalah :
·         Fokus pada masalah yang terjadi pada saat ini
·         Secara langsung berhubungan dengan simtom-simtom (gejala-gejala)
·         Memiliki beberapa teknik yang dapat digunakan oleh konselor
·         Berdasarkan pada teori belajar.
·         Didukung dengan riset yang bagus tentang bagaimana teknik behavioral mempengaruhi proses konseling
·         Pendekatan ini bersifat objektif dalam mendefinisikan dan memahami suatu  masalah
Sedangkan Keterbatasan dari pendekatan behavioristik adalah :
·         Hanya menilai berdasarkan perilaku yang tampak, bukan keutuhan dari subyek
·         Kadang-kadang diaplikasikan secara mekanis
·         Paling baik dilakukan dalam kondisi terkontrol, yang sulit  untuk diulangi  dalam situasi konseling normal
·         Terdiri dari teknik baru yang mungkin muncul sebelum teorinya
·         Mengabaikan masa lalu klien dan kekuatan bawah sadar
·         Tidak mempertimbangkan tahap-tahap perkembangan
·         Merencanakan klien agar berperilaku pada tingkatan yang dapat ditoleransi, menguatkan konformitas, dengan menahan kreativitas dan mengabaikan kebutuhan klien untuk pemenuhan diri (self-fulfillment), self actualization, dan merasa berarti
 

1 komentar: