Selasa, 23 April 2013

Pendekatan Psikoanalisa dalam Bimbingan Konseling



Overview
Pendekatan psikoanalisa dikembangkan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Menurut Freud, kesadaran hanya merupakan sebagian kecil saja dari pada seluruh kehidupan psikis, Freud memisalkan psyche itu sebagai gunung es ditengah lautan, yang ada diatas permukaan air laut itu menggambarkan kesadaran, sedangkan dibawah permukaan air laut yang merupakan bagian terbesar menggambarkan ketidaksadaran.



Hakikat Manusia
Freud memandang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik,  mekanistik, dan reduksionistik. Di mana manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-pristiwa psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama dari kehidupan. Freud menekankan peran naluri-naluri yang bersifat bawaan dan biologis, ia juga menekankan pada naluri seksual dan impuls-impuls agresif. Menurutnya tujuan segenap kehidupan adalah kematian, kehidupan ini adalah tidak lain jalan melingkar ke arah kematian.
Berdasarkan dari teori yang dikembangkan Freud, prinsip-prinsip psikonalisis tentang hakikat manusia didasarkan pada asumsi-asumsi :
1.      Pengalaman masa kanak-kanak mempengaruhi perilaku pada masa dewasa
2.      Proses mental yang tidak disadari mengintegrasi perilaku-perilaku
3.      Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan mengembangkan diri melalui dorongan libido dan agresivitasnya sejak lahir
4.      Secara umum perilaku manusia bertujuan untuk meredakan ketegangan, menolak kesakitan dan mencari kenikmatan
5.      Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan seksual mengarah pada perilaku neurosis
6.      Pembentukan simptom merupakan bentuk defensif
7.      Apa yang terjadi pada seseorang saat ini dihubungkan pada sebab-sebab di masa lampaunya dan memotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan di masa yang akan datang
8.      Latihan pengalaman di masa kanak-kanak berpengaruh penting pada perilaku masa dewasa dan diulangi dalam transferensi selama proses terapi.

PERKEMBANGAN  PERILAKU
1.      Struktur Kepribadian
Menurut pandangan Psikoanalisa, struktur kepribadian manusia tersusun secara struktural, dimana terdapat subsistem yang berinteraksi secara dinamis, yaitu id, ego, dan superego.
a)      Id, atau biasa disebut struktur kepribadian primitif adalah sistem kepribadian yang dimiliki individu sejak lahir, yang dihubungkan dengan faktor biologis dan hereditas. Digerakkan oleh libido,  yaitu energi psikis untuk dapat beradaptasi secara fisiologis dan sosial untuk mempertahankan dan mengembangkan spesiesnya. Prinsip kerjanya selalu mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan. Tempatnya ada pada alam bawah sadar dan secara langsung berpengaruh terhadap perilaku seseorang tanpa disadari. Menurut Freud terdapat dua insting dasar dalam Id, yaitu Eros dan Thanatos. Eros merupakan insting untuk bertahan hidup, dengan libido sebagai dorongan utama. Sedangkan Thanatos merupakan insting yang mendorong individu untuk berperilaku agresif dan destruktif.
b)       Ego, adalah strukutur kepribadian yang tidak diperoleh saat lahir, tetapi dipelajari sepanjang berinteraksi dengan lingkungannya. Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan, merupakan eksekutif dari struktur kepribadian yang bertugas memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Ego mempunyai tugas sebagai “penengah” antara dorongan-dorongan biologis (Id) dan tuntutan atau hati nurani yang terbentuk dari orang tua, budaya, dan tradisi ( superego). Ego bertindak realistis dan berfikir logis dalam merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan. Hubungan antara ego dengan id, adalah bahwa ego adalah tempat bersemayamnya inteligensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan impuls buta id, sementara id hanya mengenal kenyataan yang subyektif.
c)      Superego, adalah struktur kepribadian yang berhubungan dengan tindakan baik-buruk, benar-salah. Superego dikembangkan dari kebudayaan dan nilai sosial, terbentuk karena adanya interaksi dengan orang tua dan masyarakat, merepresentasikan hal-hal yang ideal, dan mendorong individu kepada kesempurnaan, bukan kesenangan semata. Dapat dikatakan superego merupakan kata hati seseorang dan sebagai alat kontrol dari dalam individu untuk menentang kehendak Id. Tempatnya pada alam sadar dan terbentuk sejak kanak-kanak lalu terus berkembang hingga dewasa.
Sehingga menurut Freud,  struktur kepribadian merupakan sistem yang kompleks, karena adanya interaksi antara tuntutan Id, dunia realitas yang dimiliki Ego dan harapan moral Superego.

1.1.Periode Perkembangan Psikoseksual
Freud berpendapat bahwa tahapan perkembangan individu yang terpenting terjadi pada 5 tahun pertama kehidupannya, dan periode perkembangan psikoseksual pada masa ini merupakan landasan bagi perkembangan kepribadian individu selanjutnya,
1.      Fase Oral (0 – 1 tahun)
Mulai usia 0 – 1 tahun seorang bayi menjalani fase oral, pada masa ini mulut dan bibir merupakan zona yang peka. Kebutuhan akan makanan dan kesenangan dipuaskan dengan aktivitas menyusu pada ibunya. Benda-benda yang dicari anak dapat menjadi pengganti bagi apa-apa yang sesungguhnya diinginkannya, yakni makanan dan cinta dari ibunya. Tugas perkembangan utama fase oral adalah memperoleh rasa percaya, baik kepada diri sendiri, dan orang lain. Cinta adalah perlindungan terbaik terhadap ketakutan dan ketidakamanan. Anak-anak yang dicintai tidak akan banyak menemui kesulitan dalam menerima dirinya, sebaliknya anak-anak yang merasa tidak diinginkan, tidak diterima, dan tidak dicintai cenderung mengalami kesulitan dalam menerima dirinya sendiri, dan belajar untuk tidak mempercayai orang lain, serta memandang dunia sebagai tempat yang mengancam. Efek penolakan pada fase oral akan membentuk anak menjadi pribadi yang penakut, tidak aman, haus akan perhatian, iri, agresif, benci, dan kesepian.
2.      Fase Anal (1 – 3 tahun)
Tugas perkembangan pada fase ini adalah anak harus belajar mandiri, dan belajar mengakui dan menangani perasaan-perasaan negatif. Pada fase anal anak banyak berhadapan dengan tuntutan-tuntutan orangtua, terutama yang berhubungan dengan toilet training, dimana anak memperoleh pengalaman pertama dalam hal kedisiplinan. Banyak sikap terhadap fungsi tubuh sendiri yang dipelajari anak dari orangtuanya. Selama fase anal anak akan mengalami perasaan-perasaan negatif seperti benci, hasrat merusak, marah, dan sebagainya, namun mereka harus belajar bahwa perasaan-perasaan tersebut bisa diterima. Hal penting lain yang harus dipelajari  anak adalah bahwa mereka memiliki kekuatan, kemandirian, dan otonomi.
3.      Fase Phalic (3 – 5 tahun)
Pada fase ini aktivitas seksual anak menjadi lebih intens dan lebih berpusat pada fungsi alat kelaminnya, anak-anak menjadi lebih berhasrat untuk melakukan eksplorasi terhadap tubuhnya, dan menemukan perbedaan-perbedaan di antara kedua jenis kelamin. Fase Phalic juga merupakan periode perkembangan hati nurani, dimana anak belajar mengenai standar-standar moral. Selama fase ini anak perlu belajar menerima perasaan seksualnya sebagai hal yang alamiah dan belajar memandang tubuhnya sendiri secara sehat. Mereka membutuhkan contoh yang memadai bagi identifikasi peran seksual, untuk mengetahui apa yang benar dan salah, serta apa yang maskulin dan feminin, sehingga mereka memperoleh perspektif yang benar tentang peran mereka sebagai anak laki-laki atau anak perempuan.
4.      Fase Laten (6 – 12 tahun)
Pada fase Laten ketertarikan pada masalah seksual sudah berkurang, libido ditekan dan anak mulai mengalihkan energinya ke kegiatan sekolah, bersosialisai dengan teman, olah raga, dan hobi. Namun berkurangnya perhatian pada masalah seksual itu bersifat laten dan masih akan terus memberikan pengaruh pada tahap perkembangan kepribadian berikutnya.
5.      Fase Genital (12 tahun ke atas)
Fase genital dimulai pada usia 12 tahun, yaitu pada masa remaja awal dan berlanjut terus sepanjang hidup. Pada fase ini energi seksual anak mulai terarah kepada lawan jenis bukan lagi pada kepuasan diri melalui masturbasi, dan anak mulai mengenal cinta kepada lawan jenis.
     
2.      Pribadi Sehat dan Bermasalah
Kepribadian yang sehat menurut Freud adalah jika individu bergerak menurut pola perkembangan yang ilmiah, mampu belajar dalam mengatasi tekanan dan kecemasan, memiliki kesehatan mental yang baik yaitu hasil dari keseimbangan antara kinerja super ego terhadap id dan ego.
Sedangkan pribadi yang bermasalah adalah jika terdapat dinamika yang tidak efektif antara Id, Ego dan Superego, dimungkinkan Ego selalu mengikuti dorongan-dorongannya dan mengabaikan tuntutan moral atau Ego selalu mempertahankan kata hatinya tanpa menyalurkan keinginan atau kebutuhan dan juga proses belajar yang tidak benar pada masa kanak-kanak.

2.1.Mekanisme Pertahanan Diri
Bagaimana ego mengatasi konflik antara tuntutan realitas, keinginan id, dan hambatan super ego? Freud menerangkan mekanisme-mekanisme pertahanan yang digunakan oleh individu untuk mengatasi kecemasan dan mencegah terlukanya ego. Individu menggunakan pertahanan tergantung pada taraf perkembangan dan tingkat kecemasan yang dialaminya. Beberapa mekanisme pertahanan diri yang dikemukakan oleh Freud, di antaranya :

v  Denial / Penyangkalan
Penyangkalan adalah pertahanan melawan kecemasan dengan menutup mata terhadap kenyataan yang mengancam. Individu mempunyai kecenderungan untuk menolak sejumlah aspek kenyataan yang terlalu menyakitkan untuk diterima
v  Proyeksi
Proyeksi adalah mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Dengan proyeksi, individu akan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang dibuatnya sendiri, dan menyangkal bahwa dia memiliki dorongan negatif
v  Fiksasi
Fiksasi yaitu terpaku/tetap pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal karena individu memiliki kecemasan untuk mengambil langkah ke tahap berikutnya. Anak yang memakai mekanisme pertahanan fiksasi biasanya mempunyai hambatan dalam perkembangan dan menjadi tidak mandiri
v  Regresi
Regresi yaitu melangkah mundur ke tahap perkembangan sebelumnya dimana tuntutan-tuntutannya tidak terlalu besar
v  Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah menciptakan alasan-alasan yang “baik” untuk menghindarkan ego dari cedera, memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan
v  Sublimasi
Sublimasi yaitu menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau lebih dapat diterima secara sosial, mekanisme pertahanan sublimasi ini lebih bersifat positif karena individu mencari jalan lain bagi pengungkapan perasaan agresinya dengan cara yang lebih bermanfaat
v  Displacement
Displacement adalah mengarahkan energi kepada obyek atau orang lain ketika obyek asal tidak terjangkau
v  Represi
Represi adalah melupakan peristiwa traumatis yang bisa membangkitkan kecemasan, dengan menekannya ke alam bawah sadar sehingga tidak lagi menjadi hal-hal yang menyakitkan. Represi merupakan salah satu konsep Freud yang paling penting, karena merupakan dasar bagi sebagian besar pertahanan ego yang digunakan individu
v  Formasi Reaksi
Formasi reaksi adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar. Ketika perasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka individu berusaha menampilkan tingkah laku yang berlawanan untuk menyangkal perasaan-perasaan negatifnya.

Hakikat Konseling
Secara umum hakikat konseling adalah mengubah perilaku. Dalam pendekatan psikonanalisa hakikat konseling adalah agar individu mengetahui ego dan memiliki ego yang kuat, yaitu menempatkan ego pada tempat yang benar yaitu sebagai pihak mampu memilih secara rasional dan menjadi mediator antara Id dan Superego. Konseling dalam pandangan psikoanalisis adalah sebagai proses re-edukasi terhadap ego menjadi lebih realistik dan rasional. Terdapat   5 teknik dasar dalam konseling psikoanalisis, yaitu :
1.      Asosiasi bebas
Merupakan teknik utama dalam pendekatan psikoanalisa. Di sini konseli diminta untuk memanggil kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan-pelepasan emosi yang berkaitan dengan peristiwa traumatis di masa lampau. Pada teknik asosiasi bebas konseli mengalami proses katarsis, dimana dia mendapatkan kebebasan untuk mengemukakan segenap perasaan dan pikiran yang terlintas di benaknya, baik yang menyenangkan maupun yang tidak. Biasanya dilakukan dengan cara konseli berbaring di atas sofa sementara konselor duduk di belakang kepalanya sehingga tidak mengganggu perhatian konseli pada saat melakukan asosiasi bebas.
Selama proses berlangsung tugas konselor adalah mengenali peristiwa-peristiwa yang di-repres dan dikurung oleh konseli dalam ketidaksadarannya. Kemudian konselor menafsirkan pengalaman itu, menyampaikannya kepada konseli dan membimbingnya ke arah peningkatan pemahaman atas dinamika yang  tidak disadari oleh konseli
2.      Analisis mimpi
Freud menyebut mimpi sebagai jalan istimewa menuju ketidaksadaran, sebab melalui mimpi hasrat, kebutuhan, dan ketakutan yang tidak disadari bisa terungkap. Mimpi memiliki 2 taraf isi yaitu isi laten dan isi manifes, isi laten terdiri dari motif-motif yang tersembunyi dan simbolis, sebaliknya isi manifes yaitu gambaran yang tampak dalam mimpi yang dialami oleh individu. Tugas konselor disini adalah untuk menyingkap isi laten yang tergambar dalam isi manifes mimpi konseli, serta mengasosiasikannya guna menyingkap makna-makna terselubung di dalamnya
3.      Analisis resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang menghambat kelangsungan terapi dan mencegah konseli mengungkapkan alasan-alasan kecemasannya. Freud berpendapat bahwa hal ini tidak bisa dibiarkan karena akan menghambat proses konseling. Penafsiran terhadap resistensi harus dilaksanakan untuk membantu konseli menyadari alasan-alasan yang ada di balik resistensi dan kemudian mampu menyelesaikan konfliknya secara realistis
4.       Analisis transferensi
Transferensi terjadi ketika terdapat sebuah “urusan yang belum selesai” dengan orang-orang penting di masa lalu, yang terdistorsi ke masa sekarang dan memberikan reaksi kepada konselor sebagaimana dia bereaksi terhadap ayah atau ibunya pada masa kanak-kanak. Di sini konselor melakukan penafsiran agar konseli  mampu menembus konflik masa lalu, dan menggarap konflik emosional yang terdapat pada hubungan terapeutiknya bersama sang konselor.
5.      Interpretasi.
Interpretasi harus dipandang sebagai bagian dari teknik-teknik yang telah kita amati dan bersifat saling mendukung. Ketika memberikan interpretasi, konselor membantu konseli memahami makna peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau dan masa kini. Interpretasi memberikan penjelasan dan analisa terhadap pemikiran, perasaan dan tindakan klien. Para konselor harus berhati-hati dalam menggunakan Teknik interpretasi. Jika dilakukan terlalu cepat, hal itu dapat membuat konseli menjauh. Tetapi, jika tidak digunakan sama sekali atau digunakan terlalu sering, maka konseli akan gagal dalam mendapatkan pencerahan.

Kelemahan dan Kelebihan pendekatan psikonalisa
Kelemahan dari pendekatan ini adalah:
1.      Pandangan yang terlalu determistik dinilai terlalu merendahkan martabat kemanusiaan.
2.      Terlalu banyak menekankan kepada masa kanak-kanak dan menganggap kehidupan seolah-olah ditentukan oleh  masa lalu. Hal ini memberikan gambaran seolah-olah  tanggung jawab individu berkurang.
3.      Cenderung meminimalkan rasionalitas.
4.      Kurang efisien dari segi waktu dan biaya

Kelebihan dari pendekatan ini adalah:
1.      Penggunaan terapi wicara
2.      Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan dapat memahami sifat manusia untuk meredakan penderitaan manusia.
3.      Pendekatan ini dapat mengatasi kecemasan melalui analisis atas mimpi-minpi, resistensi-resistensi dan transferensi-trasnferensi.
4.      Pendekatan ini memberikan kepada konselor suatu kerangka konseptual untuk melihat tingkah laku serta untuk memahami sumber-sumber dan fungsi simptomatologi.

DAFTAR RUJUKAN

Boeree C.,George, Dr. 2006. Personality Theories (terjemahan oleh Injiah Ridwan Muzir). Yogyakarta: Prismasophie
Capuzzi, D. & Gross, D.R. 2007. Counseling & Psychotherapy: Theories and Intervention. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice-Hall
Corey, G. 2005. Teori dan Praktek. Konseling dan Psikoterapi.  Bandung: PT. Rafika Aditama
Latipun. 2001. Psikologi Konseling. UMM. Malang
McLeod, John. 2010. Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana
Parrot III, L. 2003. Counseling and Psychotherapy. Pacivic Grov, C.A: Brooks/Cole
Seligman, L. 2006. Theories of Counseling and Psycotherapy. Colombus, Ohio: Pearson Merrill Prentice Hall.
Sharf, Richard S. 2004. Theories of  Psychotherapy and Counseling. Columbus, Ohio: Pearson Merril Prentice Hall.
Zaviera, Ferdinan. 2008. Teori Kepribadian - Sigmund Freud. Yogyakarta:
Prismasophie.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar