Jumat, 12 Oktober 2012

Masih primitifkah bangsa kita?


Belum genap satu bulan kita dikagetkan dengan peritiwa tawuran pelajar yang terjadi di Jakarta hingga menewaskan 1 orang pelajar (http://www.antaranews.com/berita/334907/satu-tewas-dalam-tawuran-siswa-sman-6-dengan-sman-70) kembali kita dibuat terhenyak dengan pemberitaan di media massa terjadinya tawuran antar mahasiswa di Makassar yang menewaskan 2 orang mahasiswa (http://news.detik.com/read/2012/10/11/174254/2060482/10/tawuran-mahasiswa-makassar-berlanjut-2-orang-tewas?9922032). Patut menjadi pertanyaan bagi kita semua, Ada apa dengan bangsa kita? Ada apa dengan generasi muda kita? Ada apa dengan pendidikan kita? Sehingga mereka dengan mudahnya beradu otot untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Bagaimana bangsa dan negara ini akan maju, jika generasi mudanya lebih mengandalkan penyelesaian otot, yang lebih parah itu terjadi pada pelajar dan mahasiswa yang seharusnya mereka menjadi agen perubahan menuju bangsa yang beradab. Patut kita renungkan dan kita cari jalan keluar bersama tanpa harus mencari kambing hitam siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.


Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali membagi perilaku suatu kaum dalam tiga tingkatan. Pertama, Kaum yang berada pada tingkatan primitif mereka akan berlomba-lomba dalam hal kekuatan fisik. Kaum ini berprinsip siapa yang paling kuat dialah yang menang, siapa yang menang dialah yang berkuasa. Oleh karena itu seseorang yang berada pada kaum primitif akan mengagung-agungkan kekuatan yang dia miliki. Menyelesaikan permasalah dengan kekuatan otot tanpa harus berpikir panjang. Kedua, Kaum yang berada pada tingkatan beradab, mereka akan berlomba-lomba dalam hal pengetahuan dan keilmuan. Kaum ini sudah tidak mengandalkan kekuatan fisik lagi. Akan tetapi sejauh apa keilmuannya, sejauh apa pengetahuannya. Sehingga seseorang yang berada pada kaum ini akan lebih banyak mencari ilmu pengetahuan untuk menjadi yang terdepan. Selanjutnya tingkatan yang Ketiga menurut Imam Al Ghazali, adalah kaum yang berada pada tingkatan peradaban yang paling tinggi, meraka akan berlomba-lomba dalam hal akhlakul karimah. Mereka tidak lagi berpikir siapa yang kuat secara fisik, mereka tidak lagi berpikir siapa yang memiliki keilmuan dan pengentahuan yang paling baik, namun mereka berpikir bagaimana akhlakul karimah mereka terhadap sesama dan terhadap makhluk tuhannya.

Jika kita menghubungkan fenomena tawuran pelajar dan tawuran mahasiswa yang terjadi dengan perilaku kaum yang dijabarkan oleh Al-Ghazali, tentunya perilaku yang mereka lakukan berada pada tingkatan kaum primitif. Kekuatan fisik dan otot menjadi andalan mereka. Mereka akan bangga apabila mereka unggul dalam hal kekuatan fisik. Padahal dalam agama Rasulullah pernah bersabda ”Orang yang yang paling kuat bukanlah orang yang dapat mengalahkan orang lain dengan kekuatannya, tetapi orang yang mampu mengendalikan amarahnya.” (HR  Bukhari).
Permasalahan ini semakin miris karena hal tersebut terjadi pada generasi muda yang berada dalam lingkup pendidikan. Dimana seharusnya mereka minimal berada pada tingkatan kaum beradab. Tentunya ini akan menjadi tugas kita bersama mengupayakan bangsa ini benar-benar berada pada tingkatan kaum beradab bahkan mengupayakan pada tingkatan keberadaban yang paling tinggi. Pendekatan agama, psikologis dan sosiologis untuk mengarah pada keberadaban tentunya sangat diperlukan. Dimulai dari kita dan sekitar kita. Ataukah kita memang bangga menjadi kaum primitif dan tidak beradab? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar