Sampai saat ini kekeliruan
dalam menafsirkan arti bimbingan masih terjadi. Bukan saja dari masyarakat
awam, namun dari para guru dan praktisi pendidikan pun, kekeliruan dalam
menafsirkan arti bimbingan masih sering terjadi. Diantara kekeliruan yang ada tersebut
adalah :
1. Bimbingan
identik dengan pendidikan
Pandangan
semacam ini tidak tepat, karena sebenarnya bimbingan hanya merupakan salah satu
bagian terpadu dari pendidikan untuk tercapainya tujuan pendidikan secara
optimal
2. Bimbingan
hanya untuk siswa-siswa yang salah/melanggar aturan (maladjusted)
Pandangan
semacam ini juga sangat tidak tepat. Karena bimbingan disekolah diperuntukkan bagi semua siswa secara menyeluruh dan merata.
3. Bimbingan
berarti bimbingan jabatan/perkerjaan (karier)
Bimbingan
tidak hanya ditujukan untuk membantu siswa dalam memilih pekerjaan (karier).
Bimbingan harus diselenggarakan dalam segala aspek baik pribadi individu,
fisik, mental, sosial, serta aspek akademik.
4. Bimbingan
diperuntukkan bagi murid sekolah lanjutan
Siswa sekolah
lanjut berada pada masa remaja, dimana banyak permasalahan yang muncul saat
masa remaja. Hal inilah yang menjadi dasar kekeliruan penafsiran bahwa
bimbingan konseling hanya diperuntukkan bagi murid sekolah lanjutan. Pandangan semacam
ini tidak tepat, bimbingan diperuntukkan bagi anak-anak, remaja dan segala masa
perkembangan. Karena masalah itu akan dijumpai dalam masa perkembangan manapun
juga.
5. Bimbingan
adalah usaha untuk memberikan nasehat
Bimbingan
bukan berarti memberikan nasehat pada seseorang. Bimbingan dimaksudkan untuk
memberikan kesempatan kepada individu untuk mencapai pemahaman diri, dan tidak
terdapat unsur paksaan bagi individu yang bersangkutan.
6. Bimbingan
menghendaki kepatuhan dalam tingkah laku
Pandangan
yang sangat keliru apabila yang dikehendaki sebagai hasil bimbingan adalah
kepatuhan, akan tetapi hasil bimbingan yang dikehendaki adalah penyesuaian diri
dan kemandirian konselie.
7. Bimbingan
adalah tugas para ahli
Program
bimbingan memang merupakan tugas seorang ahli, khususnya ahli yang memiliki
keahlian dibidangnya. Akan tetapi tidak semua bimbingan harus dilaksanakan oleh
ahli. Dalam hal tertentu seorang guru pun bisa berperan dalam proses bimbingan.
MODEL-MODEL BIMBINGAN
1. Frank
Parson, Menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam jabatan
bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan,
serta memadukan keduanya dengan berfikir rasional dan mengutamakan komponen
bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
2. William M. Proctor, (1925), Mengembangkan
model bimbingan mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi
penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memilih
program studi, aktivitas ekstra-kurikuler, bentuk rekreasi, jalur persiapan
memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan cita-cita siswa.
3. John
M. Brewer, (1932), Mengembangkan ragam bimbingan seperti bimbingan belajar,
bimbingan rekreasi, bimbingan kesehatan, bimbingan moral dan bimbingan
perkembangan. Model ini tidak hanya mengenai bimbingan jabatan saja.
4. Donal
G. Patterson, (1938), Dalam konseling yang dikenal dengan metode klinis
menekankan perlunya menggunakan teknik-teknik untuk mengenai konseli dengan
menggunakan tes psikologis dan studi diagnostik.
5. Wilson
Little dan AL. Champman, (1955), Menekankan perlunya memberikan bantuan kepada
semua siswa dalam aspek perkembangan siswa dalam bidang studi akademik dalam
mempersiapkan diri memangku suatu jabatan dan dalam mengolah pengalaman batin
serta pergaulan sosial. Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individual dan
kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventif clan preservative clan
melayani bimbingan belajar, jabatan clan bimbingan pribadi.
6. Kenneth B. Hoyt, (1962), Mendeskripsikan model
bimbingan mencakup sejumlah kegiatan bimbingan dalam rangka melayani kebutuhan
siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Model ini menekankan pelayanan
individual clan kelompok dan memungkinkan pelayanan yang bersifat preventif,
preservative dan remedial clan
mengutamakan ragam bimbingan belajar dan pribadi.
7. Ruth
Strabf, (1964), Berpandangan menyangkut bimbingan melalui wawancara konseling.
Model ini menekankan bentuk pelayanan individu dan pelayanan secara kelompok
dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan dan wawancara konseling
8. Arthur
J. Jones, (1970), Menekankan pelayanan bimbingan sebagai bantuan kepada siswa
dalam membuat pilihan-pilihan dan dalam mengadakan penyesuaian diri. Bantuan
itu terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut bidang studi akademik dan
bidang pekerjaan. Model ini juga menekankan bentuk pelayanan individu
mengutamakan ragam bimbingan belajar serta bimbingan jabatan dan memberi
tekanan pada komponen bimbingan penempatan pengumpulan data serta wawancara.
9. Chris
D. Kehas, (1970), Merumuskan tujuan pendidikan di sekolah memberikan tekanan
pada perkembangan kepribadian peserta didik, tetapi di lapangan hanya aspek
intelektual yang diperhatikan. Dengan demikian tenaga-tenaga bimbingan hanyalah
berfungsi dalam rangka meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar di
kelas.
10. Ralp Moser dan Norman A. Srinthall, (1971),
Mengajukan usul supaya di sekolah diberi pendidikan psikologis yang dirancang
untuk menunjang perkembangan kepribadian para siswa dengan mengutamakan belajar
dinamik-efektif yang menyangkut perkembangan nilai-nilai hidup dan sikap-sikap.
Pelayanan bimbingan tidak hanya dibatasi pada mereka yang menghadap konselor
sekolah, tetapi sampai pada semua siswa yang mengikuti pendidikan psikologis.
Ini merupakan keunggulan modelnya.
11. Julius Menacker, (1976), Model ini menekankan
usaha mengadakan perubahan dalam lingkungan hidup yang menghambat perkembangan
yang optimal bagi siswa. Keunggulan model ini ialah pandangan tingkah laku
seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil interaksi antara individu dengan
lingkungan hidupnya.
PENDEKATAN DALAM BIMBINGAN KONSELING
Terdapat beberapa pendekatan
dalam bimbingan konseling. Myrick, 1993. (Muro & Kotman, 1995) mengemukakan
empat pendekatan dasar, yaitu :
1. Pendekatan
Krisis
Pendekatan
pemberian layanan bimbingan dan konseling didasarkan pada adanya krisis yang dialami
konseli.
2. Pendekatan
Remedial
Pendekatan
pemberian layanan bimbingan dan konseling yang menekankan pada
kelemahankelemahan yang dimiliki konseli dan upaya pemberian remidi terhadap kelemahan-kelemahan
tersebut
3. Pendekatan
Preventif
Pendekatan
pemberian layanan bimbingan dan konseling yang menekankan pada pencegahan terjadinya
masalah-masalah yang mungkin akan dialami oleh konseli.
4. Pendekatan
Perkembangan
Pendekatan
pemberian layanan bimbingan dan konseling yang menekankan pada identifikasi pengetahuan,
ketrampilan, sikap, dan pengalaman yang diperlukan konseli agar berhasil dalam kehidupan
akademik, karier, pribadi-sosial.
Konselor
dengan orientasi pendekatan perkembangan akan merancang program bimbingan dan
konseling yang sesuai dengan tahapan perkembangan konseli sehingga konseli
memiliki kesempatan yang seluasluasnya untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan,
dan pengalaman yang diperlukan dalam hidupnya. Program
bimbingan dan konseling yang dirancang dengan baik akan mengakomodasikan
ketiga pendekatan (Krisis, Remedial dan Preventif) secara seimbang demikian
pula pendekatan perkembangan.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAssalamu'alaikum,,,
BalasHapusPak klo bisa materi yg tgl 20 Februari di posting jg...
yang ada fungsi BK n Jenis layanan BK