Overview
Konseling realitas merupakan model konseling yang termasuk
kelompok konseling cognitive-behavioral
(perilaku-kognitif). Pendekatan konseling realitas
dikembangkan oleh William Glasser dengan nama Reality Therapy (Terapi
Realitas). Menurut pendekatan konseling realitas, konseling pada dasarnya
merupakan proses belajar yang menekankan dialog rasional antara konselor dan
konseli dengan tujuan agar konseli mau memikul tanggung jawab bagi dirinya
dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Hakikat Manusia
Pada
dasarnya Glasser memiliki pandangan yang positif dan dinamis tentang hakikat
manusia. Ia berkeyakinan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menentukan dan
mengarahkan dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan
mendasarkan diri pada keputusan-keputusan yang dibuatnya, manusia memilih
perilaku untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga dapat hidup bertanggung
jawab, berhasil dan memuasakan daripada bergantung pada situasi dan
lingkungannya.
Teori Dasar
Teori dasar konseling realitas adalah “teori pilihan”
yang menjelaskan bahwa manusia berfungsi secara individu, dan juga berfungsi
secara sosial (kelompok atau masyarakat) dengan pilihan perilaku efektif yang
bertanggungjawab. Teori pilihan menjelaskan bahwa segala sesuatu yang
kita lakukan adalah pilihan kita. Apa yang kita lakukan adalah kita yang
memilihnya/memutuskannya untuk melakukan hal tersebut. Setiap perilaku kita
merupakan upaya terbaik untuk mencapai apa yang diinginkan untuk memuaskan
kebutuhan kita. Secara utuh
setiap perilaku manusia terdiri dari 4 komponen : a. Bertindak (acting), b. Berpikir (thinking), c. Merasakan (feeling), d. Fisiologi (physiologi). Setiap perilaku adalah
sebuah pilihan, oleh karena itu bahwa konseli disadarkan dengan mengungkapkan
gejala-gejala perilaku bermasalahnya dalam bentuk aktif.
Saya
cemas à saya
memilih untuk cemas
Saya
marah à saya
memilih untuk marah
Agar perubahan terjadi maka ada 2 syarat :
a.
Klien harus menyadari bahwa perilakunya saat ini
tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
b.
Klien harus yakin bahwa ia mampu memilih
perilaku lain yang lebih efektif untuk memuaskan kebutuhan dasarnya
Perilaku Bermasalah
Reality therapy pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku
individu itu sebagai perilaku yang abnormal. Konsep perilaku menurut konseling
realitas lebih dihubungkan dengan berperilaku yang tepat atau berperilaku yang
tidak tepat. Menurut Glasser, bentuk dari perilaku yang tidak tepat tersebut
disebabkan karena ketidak mampuannya
dalam memuaskan kebutuhannya, akibatnya kehilangan ”sentuhan” dengan
realitas objektif, dia tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya, tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan
realitasnya, tidak dapat melakukan
atas dasar kebenaran, tanggung jawab dan realitas. Meskipun konseling
realitas tidak menghubungkan perilaku manusia dengan gejala abnormalitas,
perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan istilah ”identitas kegagalan”.
Identitas kegagalan ditandai dengan keterasingan, penolakan diri dan
irrasionalitas, perilakunya kaku, tidak objektif, lemah, tidak bertanggung
jawab, kurang percaya diri dan menolak kenyataan.
STRATEGI KONSELING
Ada dua strategi konseling realitas, yaitu membangun relasi atau
lingkungan konseling dan prosedur WDEP (Want, Doing and
Direction, Evaluation, Planning) sebagai suatu sistem yang
fleksibel pelaksanaannya.
a.
Want (keinginan) : langkah mengeksplorasi keinginan yang sebenarnya dari
klien—ingat pada umumnya manusia membicarakan hal-hal yang tidak diinginkan—.
Konselor memberikan kesempatan kepada klien untuk mengeksplorasi tentang
keinginan yang sebenarnya dari dengan bertanya (mengajukan pertanyaan)
bidang-bidang khusus yang relevan dengan problema atau konfliknya : misalnya
teman, pasangan, pekerjaan, karir, kehidupan spiritual, hubungan dengan atasan
dan bawahan, dan tentang komitmennya untuk memenuhi keinginan itu.
b.
Doing and Direction(melakukan dengan
terarah) : langkah dimana klien diharapkan
mendeskripsikan perilaku secara menyeluruh berkenaan dengan 4 komponen perilaku—pikiran,
tindakan, perasaan dan fisiologi yang terkaait dengan hal yang bersifat umum
dan hal bersifat khusus. Konselor memberi pertanyaan tentang apa yang
dipikirkan, dirasakan, dilakukan, dan keadaan fisik yang dialami untuk memahami
perilaku klien secara menyeluruh dan kesadarannya terhadap perilakunya itu.
c.
Evaluation (Evaluasi) : evaluasi diri klien—merupakan inti terapi realitas. Klien
di dorong untuk melakukan evaluasi terhadap perilaku yang telah dilakukan
terkait dengan efektifitasnyadalam memenuhi kebutuhan atau keinginan—membantu
atau bahkan menyulitkan, ketepatan dan kemampuannya, arah dan keterarahannya,
persepsinya, dan komitmennya dalam memenuhi keinginan serta pengaruh terhadap
dirinya. Pertanyaan tentang hal-hal yang bersifat evaluasi “diri” disampaikan
dengan empatik, kepedulian, dan penuh perhatian positif.
d.
Planning (rencana) : klien membuat rencana tindakan sebagai perilaku total
dengan bantuan konselor. Dalam membantu klien membuat rencana tindakan,
konselor mendasarkan pada kriteria tentang rencana yang efektif, yaitu : (1)
dirumuskan oleh klien sendiri, (2) realistis atau dapat dicapai, (3) ditindak
lanjuti dengan segera, (4) berada di bawah kontrol klien, tidak bergantung pada
orang lain— tindakan bertanggung jawab.
Proses Konseling
Dalam proses
konseling , konselor aktif secara verbal, yakni aktif mengajukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai kehidupan konseli pada saat ini, sehingga
konseli bertambah sadar akan tingkah lakunya dan mau membuat penilaian
ketidakefektifan perilakunya selama ini
Prinsip konseling realitas :
1)
Keterlibatan
kehangatan
hubungan, perhatian, pemahaman, penghayatan dll. Penggunaan topik netral pada
awal pertemuan yakni yang berhubungan dengan keberhasilan seorang konseli
2)
Pemusatan
pada tingkah laku sekarang, bukan perasaan
penekanan
terhadap apa yang dilakukan dan apa yang dipikirkan daripada apa yang dirasakan
dan yang dialami secara fisiologis
3)
Pertimbangan
nilai
Konseli
perlu dibantu menilai kualitas apa yang dilakukannya dan menentukan apakah
tingkah laku tersebut bertanggung jawab atau tidak. Tanpa adanya kesadaran
konseli mengenai ketidak efekti-fan tingkah lakunya dalam mencapai tujuan
hidupnya, maka tidak mungkin ada perubahan pada diri konseli tersebut
4)
Perencanaan
tingkah laku bertanggung jawab
Rencana
perubahan tingkah tidak bertanggung jawab menjadi tingkah laku bertanggung
jawab. Rencana tindakan yang efektif berupa rencana yang sederhana, dapat
dicapai , terukur, segera dan terkendalikan oleh klien
5)
Pembuatan
komitmen
Rencana akan
bermanfaat jika konseli membuat suatu komitmen untuk melaksanakannya. Komitmen
dapat secara lisan atau tertulis
6)
Tidak
menerima alasan kegagalan
Konselor
tidak boleh mengeksplorasi alasan-alasan mengapa konseli gagal dalam
melaksanakan rencana. Konselor memusatkan perhatian kembali pada rencana baru
yang lebih cocok
7)
Peniadaan
hukuman
Pemberian
hukuman pada konseli yang gagal melaksanakan rencana sebetulnya akan memperkuat
identitas gagal konseli
8)
Pantang
menyerah
Konselor berkeyakinan bahwa
konseli memiliki kemampuan untuk berubah
Teknik-teknik Konseling
1.
Melakukan permainan peran dengan konseli
2.
Menggunakan humor
3.
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan
4.
Tidak menerima alasan tingkah laku yang tidak
bertanggung jawab
5.
Berperan sebagai model dan guru
6.
Melibatkan diri pada perjuangan konseli mencari
hidup yang efektif
7.
Konfrontasi tingkah laku yang tidak realistis
8.
Memberikan PR antar pertemuan dengan pertemuan
berikutnya
9.
Membaca artikel yang relevan
10.
Kesepakatan kontrak antara konselor dan konseli
11.
Debat konstruktif
Kelebihan Konseling
Realitas
1)
dapat
diterapkan pada banyak populasi yang berbeda.
2)
Pendekatan
konkret.
3)
menekankan
pada treatmen jangka pendek
4)
meningkatkan
tanggung jawab dan kebebasan individu tanpa penyalahan atau kritik atau
berusaha mengatur kembali keseluruhan kepribadian.
5)
dimaksudkan
untuk resolusi konflik
Kekurangan Konseling
Realitas
1)
mengabaikan konsep-konsep ketidaksadaran dan sejarah pribadi
2)
Meyakini
bahwa penyakit mental terjadi krn individu bertindak tidak bertanggung jawab, padahal penyakit mental tidak
terjadi begitu saja.
3)
terlalu
sederhana dan hanya punya sedikit konstruk teoritis
4)
mudah
sekali berubah menjadi terlalu moralistik
DAFTAR BACAAN
Corey, Gerald. Teori Dan Praktek Konseling & Psikoterapi.
2010. Refika Aditama
Pujosuwartno, Sayekti.
1997. Berbagai Pendekatan Dalam konseling. Yogyakarta :
Menara mas Offset.
Latipun. 2003. Psikologi Konseling. Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang.
Universitas Semarang.
2006. Peta Kognitif Pendekatan Konseling. Semarang :
Universitas Negeri Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar