Belum genap
satu bulan kita dikagetkan dengan peritiwa tawuran pelajar yang terjadi di
Jakarta hingga menewaskan 1 orang pelajar (http://www.antaranews.com/berita/334907/satu-tewas-dalam-tawuran-siswa-sman-6-dengan-sman-70)
kembali kita dibuat terhenyak dengan pemberitaan di media massa terjadinya
tawuran antar mahasiswa di Makassar yang menewaskan 2 orang mahasiswa (http://news.detik.com/read/2012/10/11/174254/2060482/10/tawuran-mahasiswa-makassar-berlanjut-2-orang-tewas?9922032).
Patut menjadi pertanyaan bagi kita semua, Ada apa dengan bangsa kita? Ada apa dengan generasi muda kita? Ada apa dengan pendidikan kita? Sehingga
mereka dengan mudahnya beradu otot untuk mengatasi permasalahan yang mereka
hadapi. Bagaimana bangsa dan negara ini akan maju, jika generasi mudanya lebih mengandalkan
penyelesaian otot, yang lebih parah itu terjadi pada pelajar dan mahasiswa yang
seharusnya mereka menjadi agen perubahan menuju bangsa yang beradab. Patut kita
renungkan dan kita cari jalan keluar bersama tanpa harus mencari kambing hitam
siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.
Hujjatul
Islam Imam Al-Ghazali membagi perilaku suatu kaum dalam tiga tingkatan. Pertama,
Kaum yang berada pada tingkatan primitif mereka akan berlomba-lomba dalam hal
kekuatan fisik. Kaum ini berprinsip siapa yang paling kuat dialah yang menang,
siapa yang menang dialah yang berkuasa. Oleh karena itu seseorang yang berada
pada kaum primitif akan mengagung-agungkan kekuatan yang dia miliki. Menyelesaikan
permasalah dengan kekuatan otot tanpa harus berpikir panjang. Kedua,
Kaum yang berada pada tingkatan beradab, mereka akan berlomba-lomba dalam hal
pengetahuan dan keilmuan. Kaum ini sudah tidak mengandalkan kekuatan fisik lagi.
Akan tetapi sejauh apa keilmuannya, sejauh apa pengetahuannya. Sehingga
seseorang yang berada pada kaum ini akan lebih banyak mencari ilmu pengetahuan
untuk menjadi yang terdepan. Selanjutnya tingkatan yang Ketiga menurut Imam Al
Ghazali, adalah kaum yang berada pada tingkatan peradaban yang paling tinggi, meraka
akan berlomba-lomba dalam hal akhlakul karimah. Mereka tidak lagi berpikir
siapa yang kuat secara fisik, mereka tidak lagi berpikir siapa yang memiliki
keilmuan dan pengentahuan yang paling baik, namun mereka berpikir bagaimana
akhlakul karimah mereka terhadap sesama dan terhadap makhluk tuhannya.
Jika kita
menghubungkan fenomena tawuran pelajar dan tawuran mahasiswa yang terjadi
dengan perilaku kaum yang dijabarkan oleh Al-Ghazali, tentunya perilaku yang mereka
lakukan berada pada tingkatan kaum primitif. Kekuatan fisik dan otot menjadi
andalan mereka. Mereka akan bangga apabila mereka unggul dalam hal kekuatan
fisik. Padahal dalam agama Rasulullah pernah bersabda ”Orang yang yang paling kuat bukanlah orang yang dapat
mengalahkan orang lain dengan kekuatannya, tetapi orang yang mampu
mengendalikan amarahnya.” (HR Bukhari).
Permasalahan
ini semakin miris karena hal tersebut terjadi pada generasi muda yang berada
dalam lingkup pendidikan. Dimana seharusnya mereka minimal berada pada tingkatan
kaum beradab. Tentunya ini akan menjadi tugas kita bersama mengupayakan bangsa
ini benar-benar berada pada tingkatan kaum beradab bahkan mengupayakan pada
tingkatan keberadaban yang paling tinggi. Pendekatan agama, psikologis dan
sosiologis untuk mengarah pada keberadaban tentunya sangat diperlukan. Dimulai dari
kita dan sekitar kita. Ataukah kita memang bangga menjadi kaum primitif dan
tidak beradab?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar