Erich Fromm
lahir di Frankfurt, Jerman pada tanggal 23 Maret 1900. Ia belajar
psikologi dan sosiologi di University Heidelberg, Frankfurt, dan Munich.
Setelah memperoleh gelar Ph.D dari Heidelberg tahun 1922, ia belajar psikoanalisis di Munich dan pada Institut psikoanalisis Berlin yang terkenal waktu itu. Tahun 1933 ia pindah ke Amerika Serikat dan mengajar di Institut psikoanalisis Chicago dan melakukan praktik privat di New York City.
Ia pernah mengajar pada sejumlah universitas dan institut di negara ini
dan di Meksiko. Terakhir, Fromm tinggal di Swiss dan meninggal di
Muralto, Swiss pada tanggal 18 Maret 1980.
Fromm sangat dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Karl Marx, terutama oleh karyanya yang pertama, The economic philosophical manuscripts
yang ditulis pada tahun 1944. Tema dasar ulisan Fromm adalah orang yang
merasa kesepian dan terisolasi karena ia dipisahkan dri alam dan
orang-orang lain. Kedaan isolasi ini tidak ditemukan dalam semua spesies
binatang, itu adalah situasi khas manusia. Berikut ini kita akan
mengulas lebih dalam mengenai teori-teori Fromm.
Sebelum
mengulas tentang teori kepribadian dari Fromm, beberapa pengalaman
mempengaruhi pandangan Fromm, antara lain pada umur 12 tahun ia
menyaksikan seorang wanita cantik dan berbakat, sahabat keluarganya,
bunuh diri. Fromm sangat terguncang karena kejadian itu. Tidak ada
seorang yang memahami mengapa wanita tersebut memilih bunuh diri. Ia
juga mengalami sebagai anak dari orangtua yang neurotis. Ia hidup dalam
satu rumah tangga yang penuh ketegangan. Ayahnya seringkali murung,
cemas, dan muram. Ibunya mudah menderita depresi hebat. Tampak bahwa
Fromm tidak dikelilingi pribadi-pribadi yang sehat. Karena itu, masa
kanak-kanaknya merupakan suatu laboratorium yang hidup bagi observasi
terhadap tingkah laku neurotis. Peristiwa ketiga adalah pada umur 14
tahun Fromm melihat irrasionalitas melanda tanah airnya, Jerman,
tepatnya ketika pecah perang dunia pertama. Dia menyaksikan bahwa orang
Jerman terperosok ke dalam suatu fanatisme sempit dan histeris dan
tergila-gila. Teman-teman dan kenalan-kenalannya terpengaruh. Seorang
guru yang sangat ia kagumi menjadi seorang fanatik yang haus darah.
Banyak saudara dan teman-temannya yang meninggal di parit-parit
perlindungan. Ia heran mengapa orang yang baik dan bijaksana tiba-tiba
menjadi gila. Dari pengalaman-pengalaman yang membingungkan ini, Fromm
mengembangkan keinginan untuk memahami kodrat dan sumber tingkah laku
irasional. Dia menduga hal itu adalah pengaruh dari kekuatan
sosio-ekonomis, politis, dan historis secara besar-besaran yang
mempengaruhi kodrat kepribadian manusia.
Fromm sangat dipengaruhi oleh tulisan Karl Marx, terutama oleh karyanya yang pertama, The Economic and Philosophical Manuscripts
yang ditulis pada tahun 1944. Fromm membandingkan ide-ide Freud dan
Marx, menyelidiki kontradiksi-kontradiksinya dan melakukan percobaan
yang sintesis. Fromm memandang Marx sebagai pemikir yang lebih ulung
daripada Freud dan menggunakan psikoanalisa, terutama untuk mengisi
celah-celah pemikiran Marx. Pada tahun 1959, Fromm menulis analisis yang
sangat kritis bahkan polemis tentang kepribadian Freud dan pengaruhnya,
sebaliknya berbeda sekali dengan kata-kata pujian yang diberikan kepada
Marx pada tahun 1961. Meskipun Fromm deapat disebut sebagai seorang
teoritikus kepribadian Marxian, ia sendiri lebih suka disebut humanis
dialetik. Tulisan-tulisan Fromm dipengaruhi oleh pengetahuannya yang
luas tentang sejarah, sosiologi, kesusastraan, dan filsafat.
Tema
dasar dari dasar semua tulisan Fromm adalah individu yang merasa
kesepian dan terisolir karena ia dipisahkan dari alam dan orang-orang
lain. Keadaan isolasi ini tidak ditemukan dalam semua spesies binatang,
itu adalah situasi khas manusia. Dalam bukunya Escape from Freedom
(1941), ia mengembangkan tesis bahwa manusia menjadi semakin bebas dari
abad ke abad, maka mereka juga makin merasa kesepian (being lonely).
Jadi, kebebasan menjadi keadaan yang negatif dari mana manusia melarikan
diri. Dan jawaban dari kebebasan yang pertama adalah semangat cinta dan
kerjasama yang menghasilkan manusia yang mengembangkan masyarakat yang
lebih baik, yang kedua adalah manusia merasa aman dengan tunduk pada
penguasa yang kemudian dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat.
Dalam
buku-buku Fromm berikutnya (1947, 1955, 1964), dikatakan bahwa setiap
masyarakat yang telah diciptakan manusia, entah itu berupa feodalisme,
kapitalisme, fasisme, sosialisme, dan komunisme, semuanya menunjukkan
usaha manusia untuk memecahkan kontradiksi dasar manusia. Kontradiksi
yang dimaksud adalah seorang pribadi merupakan bagian tetapi sekaligus
terpisah dari alam, merupakan binatang sekaligus manusia. Sebagai
binatang, orang memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik tertentu yang harus
dipuaskan. Sebagai manusia, orang memiliki kesadaran diri, pikiran dan
daya khayal. Pengalaman-pengalaman khas manusia meliputi perasaan lemah
lembut, cinta, perasaan kasihan, sikap-sikap perhatian, tanggung jawab,
identitas, intergritas, bisa terluka, transendensi, dan kebebasan,
nilai-nilai serta norma-norma. Kemudian teori Erich Fromm mengenai
watak masyarakat mengakui asumsi transmisi kebudayaan dalam hal
membentuk kepribadian tipikal atau kepribadian kolektif. Namun Fromm
juga mencoba menjelaskan fungsi-fungsi sosio-historik dari tipe
kepribadian tersebut yang menghubungkan kebudayaan tipikal dari suatu
kebudayaan obyektif yang dihadapi suatu masyarakat. Untuk merumuskan
hubungan tersebut secara efektif, suatu masyarakat perlu
menerjemahkannya ke dalam unsur-unsur watak (traits) dari individu
anggotanya agar mereka bersedia melaksanakan apa yang harus dilakukan.
Fromm membagi sistem struktur masyarakat menjadi tiga bagian berdasar karakter sosialnya:
1.
Sistem A, yaitu masyarakat-masyarakat pecinta kehidupan. Karakter
sosial masyarakat ini penuh cita-cita, menjaga kelangsungan dan
perkembangan kehidupan dalam segala bentuknya. Dalam sistem masyarakat
seperti ini, kedestruktifan dan kekejaman sangat jarang terjadi, tidak
didapati hukuman fisik yang merusak. Upaya kerja sama dalam struktur
sosial masyarakat seperti ini banyak dijumpai.
2.
Sistem B, yaitu masyarakat non-destruktif-agresif. Masyarakat ini
memiliki unsur dasar tidak destruktif, meski bukan hal yang utama,
masyarakat ini memandang keagresifam dan kedestruktifan adalah hal
biasa. Persaingan, hierarki merupakan hal yang lazim ditemui. Masyarakat
ini tidak memiliki kelemah-lembutan, dan saling percaya.
3.
Sistem C, yaitu masyarakat destruktif. Karakter sosialnya adalah
destruktif, agresif, kebrutalan, dendam, pengkhianatan dan penuh dengan
permusuhan. Biasanya pada masyarakat seperti ini sangat sering terhadi
persaingan, mengutamakan kekayaan, yang jika bukan dalam bentuk materi
berupa mengunggulkan simbol.
Fromm juga menyebutkan dan menjelaskan lima tipe karakter sosial yang ditemukan dalam masyarakat dewasa ini, yakni:
1. Tipe Reseptif (mengharapkan dukungan dari pihak luar)
2. Tipe Eksploitasi (memaksa orang lain untuk mengikuti keinginannya)
3. Tipe Penimbunan (suka mengumpulkan dan menimbun barang suatu materi)
4. Tipe Pemasaran (suka menawarkan dan menjual barang)
5. Tipe Produktif (karakter yang kreatif dan selalu berusaha untuk menggunakan barang-barang untuk suatu kemajuan)
6. Tipe Nekrofilus-biofilus (nekrofilus orang yang tertarik dengan kematian, biofilus:orang yang mencintai kehidupan)
Fromm
juga memngemukakan bahwa bila masyarakat berubah secara mendasar,
sebagaimana terjadi ketika feodalisme berubah menjadi kapitalisme atau
ketika sistem pabrik menggeser tenaga tukang, perubahan semacam itu akan
mengakibatkan perubahan-perubahan dalam karakter sosial manusia.
Persoalan hubungan seseorang dengan masyarakat merupakan keprihatinan
besar Fromm. Menurut Fromm ada validitas proposisi-proposisi berikut:
1) Manusia mempunyai kodrat esensial bawaan,
2) Masyarakat diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kodrat esensial ini,
3) Tidak satu pun bentuk masyarakat yang pernah diciptakan berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar eksistensi manusia, dan
4) Eksistensi manusia adalah mungkin menciptakan masyarakat semacam itu.
Kemudian
Fromm mengemukakan tentang masyarakat yang seharusnya yaitu dimana
manusia berhubungan satu sama lain dengan penuh cinta, dimana ia berakar
dalam ikatan-ikatan persaudaraan dan solidaritas, suatu masyarakat yang
memberinya kemungkinan untuk mengatasi kodratnya dengan menciptakannya
bukan dengan membinasakannya, dimana setiap orang mencapai pengertian
tentang diri dengan mengalami dirinya sebagai subjek dari
kemampuan-kemampuannya bukan dengan konformitas, dimana terdapat suatu
sistem orientasi dan devosi tanpa orang perlu mengubah kenyataan dan
memuja berhala. Bahkan Fromm mebgusulkan suatu nama untuk masyarakat
yang sempurna tersebut yaitu Sosialisme Komunitarian Humanistik. Dalam
masyarakat semacam itu, setiap orang akan memiliki kesempatan yang sama
untuk menjadi mansiawi sepenuhnya.
KONDISI EKSISTENSI MANUSIA
Dilema Eksistensi
Mengikuti
filsafat dualism, semua gerak di dunia dilatarbelakangi oleh
pertentangan dua kelompok ekstrim, tesa dan antitesa. Pertentangan itu
akan menimbulkan sintesa, yang pada dasarnya dapat dipandang sebagai
teas baru yang akan memunculkan antitesa yang lain. Itulah dinamika yang
tidak pernah berhenti bergerak.
Menurut Fromm, hakekat manusia juga bersifat dualistik. Paling tidak ada empat dualistik di dalam diri manusia:
a. Manusia sebagai binatang dan sebagai manusia
Manusia
sebagai binatang memiliki banyak kebutuhan fisiologik yang harus
dipuaskan, seperti kebutuhan makan, minum, dan kebutuhan seksual.
Manusia sebagai manusia memiliki kebutuhan kesadaran diri, berfikir, dan
berimajinasi. Kebutuhan manusia itu terwujud dalam pengalaman khas
manusia meliputi perasaan lemah lembut, cinta, kasihan, perhatian,
tanggung jawab, identitas, intergritas, sedih, transendensi, kebebasan,
nilai, dan norma.
b. Hidup dan mati
Kesadaran
diri dan fikiran manusia telah mengetahui bahwa dia akan mati, tetapi
manusia berusaha mengingkarinya dengan meyakini adanya kehidupan sesudah
mati, dan usaha-usaha yang tidak sesuai dengan fakta bahwa kehidupan
akan berakhir dengan kematian.
c. Ketidaksempurnaan dan kesempurnaan
Manusia
mampu mengkonsepkan realisasi-diri yang sempurna, tetapi karena hidup
itu pendek kesempurnaan tidak dapat dicapai. Ada orang berusaha
memecahkan dikotomi ini melalui mengisi rentang sejarah hidupnya dengan
prestasi di bidang kemanusiaan, dan ada pula yang meyakini dalil
kelanjutan perkembangannya sesudah mati.
d. Kesendirian dan kebersamaan
Manusia
adalah pribadi yang mandiri, sendiri, tetapi manusia juga tidak bisa
menerima kesendirian. Manusia menyadari diri sebagai individu yang
terpisah, dan pada saat yang sama juga menyadari kalau kebahagiaannya
tergantung kepada kebersamaan dengan orang lain. Dilema ini tidak pernah
terselesaikan, namun orang harus berusaha menjembatani dualism ini,
agar tidak menjadi gila. Dualisme-dualisme itu, aspek binatang dan
manusia, kehidupan dan kematian, ketidaksempurnaan dan kesempurnaan,
kesendirian dan kebersamaan, merupakan kondisi dasar eksistensi manusia.
Pemahaman tentang jiwa manusia harus berdasarkan analisis tentang
kebutuhan-kebutuhan manusia yang berasal dari kondisi-kondisi eksistensi
manusia.
Kondisi
yang dibawa dari lahir antara tesa-antitesa eksistensi manusia, disebut
dilema eksistensi. Di satu sisi manusia berjuang untuk bebas, menguasai
lingkungan dengan hakekat kemanusiaannya, di sisi lain kebebasan itu
memperbudak manusia dengan memisahkan hakekat kebinatangan dari
akar-akar alaminya. Dinamika kehidupan bergerak tanpa henti seolah-olah
manusia bakal hidup abadi, setiap orang tanpa sadar mengingkari kematian
yang baka dan berusaha bertahan di dunia yang fana. Mereka menciptakan
cita-cita ideal yang tidak pernah dapat dicapai, mengejar kesempurnaan
sebagai kompensasi perasaan ketidaksempurnaan. Anak yang berjuang untuk
memperoleh otonomi diri mungkin menjadi dalam kesendirian yang
membuatnya merasa tidak berdaya dan kesepian; masyarakat yang berjuang
untuk merdeka mungkin merasa lebih terancam oleh isolasi dari bangsa
lain. Dengan kata lain, kemandirian dan kebebasan yang diinginkan
malahan menjadi beban. Ada dua cara menghindari dilema eksistensi yaitu:
1.
Menerima otoritas dari luar dan tunduk kepada penguasa dan menyesuaikan
diri dengan masyarakat. Manusia menjadi budak (dari penguasa negara)
untuk mendapatkan perlindungan/rasa aman.
2.
Orang bersatu dengan orang lain dalam semangat cinta dan kerja sama,
menciptakan ikatan dan tanggung jawab bersama dari masyarakat yang lebih
baik.
KEBUTUHAN MANUSIA
Umumnya
kata “kebutuhan” diartikan sebagai kebutuhan fisik, yang oleh Fromm
dipandang sebagai kebutuhan aspek kebinatangan dari manusia, yakni
kebutuhan makan, minum, seks, dan bebas dari rasa sakit. Kebutuhan
manusia dalam arti kebutuhan sesuai dengan eksistensinya sebagai
manusia, menurut Fromm meliputi dua kelompok kebutuhan; pertama
kebutuhan untuk menjadi bagian dari sesuatu dan menjadi otonom, yang
terdiri dari kebutuhan Relatedness, Rootedness, Transcendence, Unity,
dan Identity. Kedua, kebutuhan memahami dunia, mempunyai tujuan dan
memanfaatkan sifat unik manusia, yang terdiri dari kebutuhan Frame of
orientation, frame of devotion, Excitation-stimulation, dan
Effectiveness.
Kebutuhan Kebebasan dan Keterikatan
1.
Keterhubungan (relatedness): Kebutuhan mengatasi perasaan kesendirian
dan terisolasi dari alam dan dari dirinya sendiri. Kebutuhan untuk
bergabung dengan makhluk lain yang dicintai,menjadi bagian dari sesuatu.
Keinginan irasional untuk mempertahankan hubungan yang pertama, yakni
hubungan dengan ibu, kemudian diwujudkan ke dalam perasaan solidaritas
dengan orang lain. Hubungan paling memuaskan bisa positif yakni hubungan
yang didasarkan pada cinta, perhatian, tanggung jawab, penghargaan, dan
pengertian dari orang lain,bisa negatif yakni hubungan yang didasarkan
pada kepatuhan atau kekuasaan.
2.
Keberakaran (rootedness): Kebutuhan keberakaran adalah kebutuhan untuk
memiliki ikatan-ikatan yang membuatnya merasa nyaman di dunia (merasa
seperti di rumahnya). Manusia menjadi asing dengan dunianya karena dua
alasan yaitu:
·
Dia direnggut dari akar-akar hubungannya oleh situasi (ketika manusia
dilahirkan, dia menjadi sendirian dan kehilangan ikatan alaminya)
· Fikiran dan kebebasan yang dikemangkannya sendiri justru memutus ikatan alami dan menimbulkan perasaan isolasi/tak berdaya.
Keberakaran
adalah kebutuhan untuk mengikat diri dengan kehidupan. Setiap saat
orang dihadapkan dengan dunia baru, dimana dia harus tetap aktif dan
kreatif mengembangkan perasaan menjadi bagian yang integral dari dunia.
Dengan demikian dia akan tetap merasa aman, tidak cemas, berada di
tengah-tengah duania yang penuh ancaman. Orang dapat membuat ikatan
fiksasi yang tidak sehat, yakni mengidentifikasikan diri dengan satu
situasi, dan tidak mau bergerak maju untuk membuat ikata baru dengan
dunia baru.
3.
Menjadi pencipta (transcendency): Karena individu menyadari dirinya
sendiri dari lingkungannya, mereka kemudian mengenali betapa kuat dan
menakutkan alam semesta itu, yang membuatnya meras tak berdaya. Orang
ingin mengatasi perasaan takut dan ketidakpastian menghadapi kemarahan
dan ketakmenentuan semesta. Orang membutuhkan peningkatan diri, berjuang
untuk mengatasi sifat fasif dikuasai alam menjadi aktif, bertujuan dan
bebas, berubah dari makhluk ciptaan menjadi pencipta. Seperti menjadi
keterhubungan, transendensi bisa positif (menciptakan sesuatu) atau
negatif (menghancurkan sesuatu).
4.
Kesatuan (unity): Kebutuhan untuk mengatasi eksistensi keterpisahan
antara hakikat binatang dan non binatang dalam diri seseorang.
Keterpisahan, kesepian, dan isolasi semuanya bersumber dari kemandirian
dan kemerdekaan “untuk apa orang mengejar kemandirian dan kemerdekaan
kalau hasilnya justru kesepian dan isolasi?” dari dilema ini muncul
kebutuhan unitas. Orang dapat mencapai unitas, memperoleh kepuasan
(tanpa menyakiti orang lain dan diri sendiri) kalau hakikat kebinatangan
dan kemanusiaan itu bisa didamaikan, dan hanya dengan berusaha untuk
menjadi manusia seutuhnya melalui berbagi cinta dan kerjasama dengan
orang lain.
5.
Identitas (identity): Kebutuhan untuk menjadi “aku”, kebutuhan untuk
sadar dengan dirinya sendiri sebagai sesuatu yang terpisah. Manusia
harus merasakan dapat mengontrol nasibnya sendiri, harus bisa membuat
keputusan, dan merasa bahwa hidupnya nyata-nyata miliknya sendiri.
Misalnya orang primitif mengidentifikasikan diri dengan sukunya, dan
tidak melihat dirinya sendiri sebagai bagian yang terpisah dari
kelompoknya.
Kebutuhan untuk memahami dan beraktivitas
1)
Kerangka orientasi (frame of orientaion): Orang membutuhkan peta
mengenai dunia sosial dan dunia alaminya; tanpa peta itu dia akan
bingung dan tidak mampu bertingkah laku yang ajeg-mempribadi. Manusia
selalu dihadapkan dengan fenomena alam yang membingungkan dan realitas
yang menakutkan, mereka membutuhkan hidupnya menjadi bermakna. Dia
berkeinginan untuk dapat meramalkan kompleksitas eksistensi. Kerangka
orientasi adalah seperangkat keyakinan mengenai eksistensi hidup,
perjalanan hidup-tingkah laku bagaimana yang harus dikerjakannya, yang
mutlak dibutuhkan untuk memperoleh kesehatan jiwa.
2)
Kerangka kesetiaan (frame of devotion): Kebutuhan untuk memiliki tujuan
hidup yang mutlak. Orang membutuhkan sesuatu yang dapat menerima
seluruh pengabdian hidupnya, sesuatu yang membuat hidupnya menjadi
bermakna. Kerangka pengabdian adalah peta yang mengarahkan pencarian
makna hidup, menjadi dasar dari nilai-nilai dan titik puncak dari semua
perjuangan.
3)
Keterangsangan- stimulasi (excitation-stimulation): Kebutuhan untuk
melatih sistem syaraf, untuk memanfaatkan kemampuan otak. Manusia
membutuhkan bukan sekedar stimulus sederhana (misalnya: makanan), tetapi
stimuli yang mengaktifkan jiwa (misalnya: puisi atau hukm fisika).
Stimuli yang tidak cukup direaksi saat itu, tetapi harus direspon secara
aktif, produktif, dan berkelanjutan.
4)
Keefektivan (effectivity): Kebutuhan untuk menyadari eksistensi diri
melawan perasaan tidak mampu dan melatih kompetensi/kemampuan.
MEKANISME MELARIKAN DIRI DARI KEBEBASAN
Masyarakat
kapitalis kontemporer menempatkan orang sebagai korban dari pekerjaan
mereka sendiri. Konflik antara kecenderungan mandiri dengan
ketidakberjayaan dapat merusak kesehatan mental. Menurut Fromm, ciri
orang normal atau yang mentalnya sehat adalah orang yang mampu bekerja
produktif sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya, sekaligus mampu
berpartisipasi dalam kehidupan sosial yang penuh cinta. Menurut Fromm,
normalitas adalah keadaan optimal dari pertumbuhan (kemandirian) dan
kebahagiaan (kebersamaan) dari individu. Pada dasarnya ada dua cara
untuk memperoleh makna dan kebersamaan dalam kehidupan diantaranya:
1.
Mencapai kebebasan positif yakni berusaha menyatu dengan orang lain,
tanpa mengorbankan kebebasan dan integritas pribadi. Ini adalah
pendekatan optimistik dan altruistik, yang menghubungkan diri dengan
orang lain melalui kerja dan cinta, melalui ekspresi perasaan dan
kemampuan intelektual yang tulus dan terbuka. Oleh Fromm disebut
pendekatan humanistik, yang membuat orang tidak merasa kesepian dan
tertekan, karena semua menjadi saudara dari yang lain.
2.
Memperoleh rasa aman denagn meninggalkan kebebasan dan menyerahkan
bulat-bulat individualitas dan intehritas diri kepada sesuatu (bisa
orang atau lembaga) yang dapat memberi rasa aman. Solusi semacam ini
dapat menghilangkan kecemasan karena kesendirian dan ketidakberdayaan,
namun menjadi negatif karena tidak mengizinkan orang mengekspresikan
diri, dan mengembangkan diri. Cara memperoleh rasa aman dengan
berlindung di bawah kekuatan lain disebut Fromm mekanisme pelarian.
Mekanisme pelarian sepanjang dipakai sekali waktu, adalah dorongan yang
normal pada semua orang, baik individual maupun kolektif. Ada tiga
mekanisme pelarian yang terpenting, yakni otoritarianisme, destruktif,
dan konfomitas.
a. Otoritarianisme (authoritarianism)
Kecenderungan
untuk menyerahkan kemandirian diri dan menggabungkannya dengan
seseorang atau sesuatu di luar dirinya, untuk memperoleh kekuatan yang
dirasakan tidak dimilikinya. Kebutuhan untuk menggabung dengan partner
yang memiliki kekuatan bisa merupakan masokisme dan sadisme. Masokisme
merupakan hasil dari perasaan dasar tidak beraya, lemah, inferior yang
dibawa, sehingga kekuatan itu tertuju atau menindas dirinya. Masokisme
merupakan bentuk tersembunyi dari perjuangan memperoleh cinta dan
kesetiaan, tetapi tidak memberi sumbangan positif kekemandirian.
Sedangkan sadisme dipakai untuk meredakan kecemasan dasar melalui
penyatuan diri dengan orang lain atau institusi. Sadisme juga merupakan
bentuk neurotik yang lebih parah dan lebih berbahaya (karena mengacam
orang lain) dibanding masokisme.
b. Perusakan (destruktiveness)
Destruktif
berakar pada perasaan kesepian, isolasi, dan tak berdaya. Destruktif
mencari kekuatan tidak melalui membangun hubungan dengan pihak luar,
tetapi melalui usaha membalas/merusak kekuatan orang lain, individu,
bahkan negara dapat memakai strstegi destruktif , merusak orang atau
obyek, dalam rangka memperoleh perasaan kuat yang hilang.
c. Penyesuaian (conformity)
Bentuk
pelarian dari perasaan kesepian dari isolasi berupa penyerahan
individualitas dan menjadi apa saja seperti yang diinginkan kekuatan
dari luar. Orang menjadi robot, mereaksi sesuatu persis seperti yang
direncanakan dan mekanis menuruti kemauan orang lain.
Daftar Psutaka
Hall, Calvin dan dkk. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis).Yogyakarta: Kanisius
Suryabarata, Sumadi.2007.Psikologi Kepribadian.Jakarta: Raja Grafindo
Disadur dari http://www.psychologymania.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar