Definisi
Prejudice atau prasangka sosial
berasal dari kata latin prejudicium yaitu preseden/ keputusan yang
diambil yang tanpa ada penelitian dan pertimbangan cermat, tergesa-gesa, tidak
matang. Prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang
terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda
dengan golongan orang yang berprasangka itu. Beberapa tokoh psikologi sosial
mendefinisikan prasangka sosial sebagai berikut :
· prasangka sosial adalah penilaian terhadap kelompok atau seorang individu
yang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangka
sosial ditujukan pada orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya atau
kelompoknya. Prasangka sosial memiliki kualitas suka dan tidak suka pada obyek
yang diprasangkainya, dan kondisi ini akan mempengaruhi tindakan atau perilaku
seseorang yang berprasangka tersebut. ( David O. Sears dkk, 1991)
· Prasangka sosial didefinisikan sebagai suatu keadaan yang berkaitan dengan
sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan. Yaitu, ekspresi perasaan negatif,
penunjukkan sikap bermusuhan atau perilaku diskriminatif terhadap anggota
kelompok lain. (Manstead dan Hewstone, 1996).
· Prasangka sosial merupakan suatu sikap yang membenci kelompok lain tanpa
adanya alasan yang objektif untuk membenci kelompok tersebut. (Allport dalam
Zanden)
· Prasangka sosial merupakan gejala yang interen yang meminta tindakan pra
hukum, atau membuat keputusan-keputusan berdasarkan bukti yang tidak cukup.
Dengan demikian bila seseorang berupaya memahami orang lain dengan baik maka tindakan
prasangka sosial tidak perlu terjadi. (Kossen)
Sumber Dan
Pembentukan Prasangka
Sumber utama
yang biasa menghasilkan prasangka adalah perbedaan antar kelompok, yakni
perbedaan etnis atau ras, perbedaan posisi dalam kuantitas anggota yang
menghasilkan kelompok mayoritas dan minoritas, serta perbedaan ideologi. Dari
sudut psikologi perkembangan, terbentuknya prasangka pada manusia merupakan
kelangsungan yang tidak berbeda dengan sikap-sikap lainnya. Pembentukan
prasangka semacam itu dapat berlangsung terus sejak anak usia dini sampai orang
itu menjadi dewasa. Prasangka dapat terbentuk dari usia anak-anak melalui
proses belajar social.
Allport merinci
lima perspektif dalam menentukan sebab-sebab terjadinya prasangka. Berikut
adalah penjelasannya.
a) Perspektif Histories
Prespektif ini
didasarkan atas teori pertentangan kelas, yakni menyalahkan kelas rendah yang
inferior; sedangkan mereka yang tergolong dalam kelas atas mempunyai alasan
untuk berprasangka terhadap kelas rendah. Misalnya, prasangka orang kulit putih
terhadap negro mempunyai latar belakang sejarah, orang kulit putih sebagai
“tuan’ dan orang Negro sebagai “budak”, antara penjajah dan yang dijajah, dan
antara pribumi dan nonpribumi.
b) Perspektif Sosiokultural dan Situasional
Perspektif ini
menekankan pada kondisi saat ini sebagai penyebab timbulnya prasangka, yang
meliputi:
1) Mobilitas social, artinya kelompok yang mengalami penurunan status
(mobilitas social ke bawah) akan terus mencari alas an tentang nasib buruknya
dan tidak mencari penyebab sesungguhnya.
2) Konflik antar kelompok, prasangka dalam hal ini merupakan realitas dari dua
kelompok yang bersaing; tidak selalu disebabkan kondisi ekonomi.
3) Stigma perkantoran, artinya bahwa ketidak amananan dan ketidakpastian di
kota disebabkan ‘noda” yang dilakukan kelompok tertentu.
4) Sosialisasi, prasangka dalam hal ini muncul sebagai hasil dari proses
pendidikan orang tua atau masyarakat di sekitarnya, melalui proses sosialisasi
mulai kecil hingga dewasa.
c) Perspektif kepribadian.
Teori ini
menekankan pada faktor kepribadian sebagai penyebab prasangka yang disebut
dengan teori “frustasi agregasi”. Menurut teori ini, keadaan frustasi meruapkan
kondisi yang cukup untuk timbulnya tingkah laku agresif.
d) Perspektif Fenomenologis.
Perspektif ini
menekankan pada cara individu memandang atau mempersepsi lingkunganya sehingga
persepsilah yang menyebabkan prasangka. Sebagai anggota masyarakat, individu
akan menyadari di mana atau termasuk kelompok etnis mana dia. Namun, menurut
ahli psikologi sosial, Milton Rokeach,akan lebih menyenangkan / tidak
berprasangka bila hidup dengan orang-orang yang mempunyai pikiran sejalan,
tidak peduli degan perbedaan fisik. Dari perspektif fenomenologis ini sulit di
buktikan teori yang lebih unggul sebab ada fenomena yang memeng bertentangan.
e) Perspektif Naive
Perspektif ini
menyatakan bahwa prasangka lebih menyoroti objek prasangka, tidak menyoroti
individu yang berprasangka. Misalnya sifat-sifat orang kulit putih menurut
orang Negro atau sebaliknya.
Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Prasangka Sosial
Proses
pembentukan prasangka sosial menurut Mar’at dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu;
1. Pengaruh Kepribadian
Dalam
perkembangan kepribadian seseorang akan terlihat pula pembentukan prasangka
sosial. Kepribadian otoriter mengarahkan seseorang membentuk suatu konsep
prasangka sosial, karena ada kecenderungan orang tersebut selalu merasa curiga,
berfikir dogmatis dan berpola pada diri sendiri.
2. Pendidikan dan Status
Semakin tinggi
pendidikan seseorang dan semakin tinggi status yangdimilikinya akan
mempengaruhi cara berfikirnya dan akan meredusir prasangka sosial.
3. Pengaruh Pendidikan Anak oleh Orangtua
Dalam hal ini
orangtua memiliki nilai-nilai tradisional yang dapat dikatakan berperan sebagai
famili ideologi yang akan mempengaruhi prasangka sosial.
4. Pengaruh Kelompok
Kelompok
memiliki norma dan nilai tersendiri dan akan mempengaruhi pembentukan prasangka
sosial pada kelompok tersebut. Oleh karenanya norma kelompok yang memiliki
fungsi otonom dan akan banyak memberikan informasi secara realistis atau secara
emosional yang mempengaruhi sistem sikap individu.
5. Pengaruh Politik dan Ekonomi
Politik dan
ekonomi sering mendominir pembentukan prasangka social Pengaruh politik dan
ekonomi telah banyak memicu terjadinya prasangka sosial terhadap kelompok lain
misalnya kelompok minoritas.
6. Pengaruh Komunikasi
Komunikasi juga
memiliki peranan penting dalam memberikan informasi yang baik dan komponen
sikap akan banyak dipengaruhi oleh media massa seperti radio, televisi, yang
kesemuanya hal ini akan mempengaruhi pembentukan prasangka sosial dalam diri
seseorang.
7. Pengaruh Hubungan Sosial
Hubungan sosial
merupakan suatu media dalam mengurangi atau mempertinggi pembentukan prasangka
sosial.
Prasangka dan
Diskriminasi
Prasangka
sosial pada awalnya hanya merupakan sikap-sikap perasaan negatif yang
lambat-laun menyatakan dirinya dalam tindakan-tindakan diskriminatif terhadap
orang-orang yang termasuk golongan-golongan yang diprasangkai itu tanpa adanya
alasan-alasan yang objektif pada pribadi orang yang dikenai tindakan-tindakan
diskriminatif. Tindakan-tindakan diskriminatif itu terbagi menjadi dua,
diantaranya:
1. Diskriminasi kasar—aksi negatif terhadap objek prasangka rasial, etnis,
atau agama—dan kriminalitas berdasarkan kebencian (hate crimes)—kriminalitass
yang berdasar pada prasangka rasial, etnis, dan tipe prasangka lainnya. Contoh:
James Byrd seorang lelaki afro-amerika yang diseret dibelakang truk hingga
meninggal oleh seorang laki-laki berkulit putih dengan prasangka tinggi.
2. Diskriminasi halus: rasisme modern (rasial implicit)—rasisme berusaha
menutup-nutupi prasangka di tempat umum, tetapi mengekspresikan sikap-sikap
mengecam ketika hal itu aman dilakukan—dan tokenisme—contoh di mana individu
menunjukkan tingkah laku positif yang menipu terhadap anggota kelompok
out-group kepada siapa mereka merasakan prasangka yang kuat. Kemudian tingkah
laku tokenistic ini digunakan sebagai alasan untuk menolak melakukan aksi yang
lebih menguntungkan terhadap kelompok ini. Contoh: sebuah bank yang
mempekerjakan orang dari etnis tertentu, supaya tidak disangka melakukan
diskriminasi juga mempekerjakan masyarakat pribumi. Namun, masyarakat pribumi
ini nantinya akan dipersulit untuk kenaikan jabatan.
Upaya Mengatasi Prasangka
Sosial
Sesunguhnya
mustahil prasangka dapat dihapuskan, sebab selain prasangka sosial itu
bersumber interaksi antarmanusia. Namun, prasangka sosial bisa diantisipasi dan
dapat didikurangi dampaknya. Para ahli psikologi mengemukan usaha-usaha
mengatasi prasangka sosial , yaitu :
1. Dimulai dari pendidikan anak-anak di rumah dan di sekolah oleh
orang tua dan guru.
2. Dengan mengadakan kontak di antara dua kelompok yang
berprasangka dan permainan peran atau role playing, yakni orang yang
berprasangka diminta untuk berperan sebagai orang yang menjadi korban
prasangka, sehingga orang yang berprasangka akan merasakan, mengalami, dan
menghayati segala penderitaan yang menjadi korban prasangka.
3. Bersikap berlapang dada dalam bergaul dengan sesama meskipun ada
perbedaan.
4. Menciptakan situasi atau suasana yang tentram, damai, jauh dari
rasa permusuhan atau konflik.
5. Dihindarkan dari pengajaran-pengajaran yang dapat menimbulkan
prasangka sosial tersebut dan ajaran-ajaran yang sudah berprasangka sosial.
6. Menerangkan prasangka sosial lewat media massa yang memberikan
pengertian dan kesadaran mengenai sebab-sebab dipertahankanya serta mengenai
kerugian prasangka sosial bagi masyarakat umum.
Referens :
Baron dan Byrne, 2004. Psikologi Sosial. Jakarta :
Erlangga
David O. Sears, Jonathan L. Freenman & L. Anne
Peplau. 1994. Psikologi Sosial, Jakarta: Erlangga,
Faturochman. 2006. Pengantar
Psikologi Sosial, Yogyakarta, Pustaka
Hogg, M. A., & Vaughan, G. M. 2011. Social psychology, 6th ed.
Essex: Prentice Hall.
Sabur,
Alex, M.si. Psikologi Umum Dalam Lintas Sejarah. Bandung: Pustaka Setia. 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar