“Buwas
Jangan Kotori Madura” demikian headline berita salah satu media cetak terbitan Sabtu
(28/11/2015). Berita tersebut memuat tanggapan masyarakat dan ulama Madura yang
menolak rencana Komjen Budi Waseso sebagai pimpinan Badan Narkotika Nasional
(BNN) untuk membangun lapas khusus bandar narkoba di salah satu pulau di
kepulauan Sumenep Madura. Masyarakat dan ulama Madura memang tampak menolak
keras atas rencana pembangunan lapas narkoba yang menurut rencana akan
dikelilingi oleh buaya sebagai penjaga. Masyarakat dan ulama yang menolak
beralasan rencana tersebut justru akan “mengotori” Madura, dalam artian
keberadaan lapas buaya khusus bandar narkoba tersebut dikhawatirkan akan
membawa dampak negatif bagi masyarakat Madura. Sedangkan Komjen Budi Waseso
beralasan dipilihnya pulau tersebut sebagai lapas buaya khusus bandar narkoba
karena beberapa pertimbangan, diantaranya pulau di kepulauan Sumenep yang
dimaksud termasuk pulau yang tidak berpenghuni dan sulit dijangkau, dibutuhkan
sepuluh jam perjalanan dari Sumenep untuk menuju pulau tersebut. Entah alasan
dari sang jenderal bintang tiga tersebut memang begitu adanya atau karena
Madura sudah menjadi daerah yang tergolong darurat narkoba sehingga perlu
didirikan pulau khusus narkoba
Melihat fakta
yang ada, akan sangat beralasan jika Madura disebut sebagai daerah darurat
narkoba. Beberapa kali pemberitaan tentang penangkapan pengguna dan bandar
narkoba di Madura menghiasi media massa baik cetak maupun elektronik. Madura
yang sejak dulu identik sebagai daerah yang religius serta menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan budaya seakan berubah dan menjelma menjadi surga bagi
para pengedar narkoba. Terdapat beberapa catatan hitam peredaran narkoba di
Madura dan merata di empat kabupaten baik Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan
Sumenep. Di Bangkalan Badan Narkotika Nasional Propinsi (BNNP) Jawa Timur berhasil
membongkar sindikat peredaran narkoba kelas kakap. Para pengedar sengaja “memanjakan”
para pecandu barang haram tersebut dengan melayani pembelian sabu plus
menyediakan alat hisapnya. Para pecandu yang telah menjadi pelanggan datang,
lantas memilih paket sabu yang disediakan oleh pemilik rumah, kemudian masuk ke
dalam bilik yang telah disediakan dan menghisapnya di sana. Setelah selesai
menggunakan, pecandu bisa meninggalkan
rumah tersebut. Karena banyaknya bilik-bilik yang disediakan untuk menggunakan
narkoba sampai-sampai salah satu dusun di Desa
Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan tersebut mendapat julukan “kampung
narkoba”. Pemberitaan kasus narkoba di Bangkalan tersebut sempat menghebohkan berbagai
pihak karena melibatkan jaringan bandar internasional. Selanjutnya di Sampang, Kamis
(15/10/2015) Badan Narkotika Nasional Propinsi (BNNP) Jawa Timur berhasil menangkap bandar narkoba di wilayah pantai utara
(Pantura) Sampang, dan yang lebih mengagetkan tersangka merupakan tokoh
berpengaruh di wilayah pantura Sampang. Catatan penangkapan bandar narkobapun terjadi
di bumi Gerbang Salam Pamekasan. Minggu (11/10/2015) Badan Narkotika
Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Timur dan Polda Jawa Timur berhasil menangkap
tiga orang pengedar narkoba jenis sabu-sabu. Ketiga orang yang ditangkap
tersebut berasal dari dua desa di Kecamatan Proppo, yakni Desa Campor dan Desa
Jambringin. Padahal sebelumnya telah ditangkap
tujuh orang terduga pengedar dan pengguna narkoba jenis sabu di wilayah
tersebut. Kepolisan memang memberi tanda Kecamatan Proppo sebagai daerah rawan
peredaran narkoba. Sedangkan di Kabupaten Sumenep catatan penangkapan peredaran
narkoba juga tidak bisa dianggap remeh. Dalam satu bulan (di bulan April 2015),
Satuan Reserse Narkoba Polres Sumenep berhasil menangkap enam orang pengedar
narkoba.
Fakta-fakta
penangkapan bandar dan pengedar narkoba di Madura tersebut seakan menjadi
sinyal bahwa Madura benar-benar darurat narkoba. Madura seakan menjadi pangsa
pasar yang cukup menjanjikan bagi bandar dan pengedar narkoba. Tentunya jika
tidak ada pembeli tidak mungkin penjualan narkoba akan begitu banyak. Sebagaimana
hukum permintaan, selama masih ada permintaan (demand) maka akan terus ada penawaran (supply). Jadi bisa dipastikan adanya bandar dan pengedar narkoba
yang seakan begitu leluasa mengedarkan narkoba di Madura karena masih adanya
permintaan. Salah satu media online pada Kamis (15/10/2015) memberitakan bahwa
anak SD di Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan yang ikut mengkonsumsi narkoba.
Hal ini menunjukkan bahwa pengguna narkoba tidak hanya didominasi oleh orang dewasa,
anak-anakpun dapat menjadi pengguna yang jika dibiarkan akan menjadi pecandu.
Miris rasanya mengetahui fakta-fakta ini.
Pola
penyebaran narkoba memang berbeda dengan penyebaran barang pada umumnya. Awalnya narkoba diberikan secara gratis. Hal tersebut
dimaksudkan agar seseorang mau mencoba untuk menggunakan narkoba. Setelah
diberikan secara gratis, selanjutnya narkoba akan diberikan secara utang. Setelah
pemakai kecanduan, akhirnya dilepas mencari uang sendiri untuk membeli narkoba.
Dalam kondisi sakaw karena kecanduan,
pecandu akan melakukan apapun untuk dapat membeli narkoba. Termasuk melakukan
perbuatan-perbuatan ‘nekat’ seperti mencuri, merampok dan sebagainya. Bahkan di
Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan, seorang anak nelayan ‘nekat’ menjual
warung milik orang tuanya hanya untuk membeli narkoba.
Jihad melawan narkoba
Genderang
perang terhadap peredaran narkoba sebenarnya telah dimulai oleh berbagai pihak.
Dinas Pendidikan di empat Kabupaten di Madura telah sepakat untuk memasukkan
bahaya penggunaan narkoba dalam kurikulum pendidikan, Satuan Reserse Narkoba
masing-masing Polres di Madura juga gencar melakukan sosialisasi dan sweeping untuk memberantas peredaran
narkoba, Keberadaan Lapas Narkotika di Pamekasan juga seharusnya menjadi punishment model dan shock therapy tersendiri bagi pengedar
dan bandar narkoba, sehingga mereka berpikir ulang untuk melakukan aksinya.
Namun jika melihat fakta yang ada, Madura masih menunjukkan sebagai daerah yang
darurat narkoba. Usaha-usaha yang dilakukan berbagai pihak seakan masih
menunjukkan efektivitas yang rendah. Memang dibutuhkan kerjasama dan dukungan
semua pihak agar Madura benar-benar bebas dari narkoba. Kerjasama dan dukungan ulama,
umaro, akademisi, praktisi dan masyarakat akan menjadi senjata tersendiri dalam
rangka memerangi peredaran narkoba.
Semua
pihak memang harus menyadari bahwa kondisi Madura dalam taraf darurat narkoba.
Sehingga bisa dirumuskan kebijakan dan tindakan yang tepat dalam menghadapi
kondisi darurat tersebut. Kebijakan dan tindakan tersebut dapat berupa
munculnya Resolusi Jihad melawan narkoba yang dikeluarkan oleh para ulama
Madura. Resolusi Jihad melawan narkoba yang dikeluarkan oleh para ulama
dimungkinkan akan berdampak positif dan dahsyat sebagaimana Resolusi Jihad
melawan penjajah yang dikeluarkan oleh Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari.
Apalagi jika kita melihat budaya Madura yang sangat lekat dengan budaya santri
dan memiliki rasa hormat yang tinggi kepada para ulama.
Jihad
melawan narkoba memang harus dilakukan secara total, agar pergerakan
bandar-bandar narkoba semakin sempit dan tidak bisa bergerak bebas. Salah satu
cara yang bisa kita lakukan dengan mengawasi keluarga dan orang-orang terdekat
kita dari bahaya narkoba. Karena peran keluarga sangat besar dalam rangka
memerangi peredaran narkoba. Keluarga yang merupakan lingkup terkecil dalam
tatanan kehidupan bermasyarakat dapat menjadi kontrol yang sangat ampuh bagi
peredaran narkoba. Jika kontrol yang dibuat sudah cukup kuat maka dapat
dipastikan peredaran narkoba akan hilang dan lapas buaya khusus narkoba di
Madura tidak perlu ada.
*artikel ini pernah dimuat di Koran Kabar Madura
Tidak ada komentar:
Posting Komentar